
SURABAYA (surabayaupdate) – Kecewa atas tindakan Bank Artha Graha Internasional (Tbk) yang sudah melakukan cessie dengan orang lain, Raditya Mohammer Khadaffi mengajukan gugatan ke pengadilan.
Sebagai ganti kerugian atas terjadinya pengalihan hak tagih piutang atas nama atau cessie ini, Raditya Mohammer Khadaffi mengajukan ganti kerugian sebesar Rp. 80 miliar.
Dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) nomor : 1154/Pdt.G/2025/PN.Sby tanggal 13 Oktober 2025 itu juga dijelaskan, selain Bank Artha Graha Internasional sebagai pihak tergugat I, juga ada Winarta sebagai Tergugat 2. Winarta ini adalah pihak yang telah melakukan cessie dengan Bank Artha Graha Internasional.
Mengapa Raditya Mohammer Khadaffi sampai mengajukan gugatan PMH di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan menuntut ganti kerugian hingga Rp. 80 miliar?
Lebih lanjut Raditya Mohammer Khadaffi menjelaskan, hal inj berawal adanya pengalihan hak tagih piutang atas nama atau cessie yang telah dilakukan Bank Artha Graha Internasional (Tbk) dengan Winarta.
“Cessie ini terjadi Jumat (21/2/2025). Ketika Bank Artha Graha Internasional melakukan perjanjian cessie dengan Winarta, saya tidak tahu,” ujar Raditya Mohammer Khadaffi.
Namun, lanjut Raditya Mohammer Khadaffi, akhirnya saya mengetahui adanya cessie tersebut, setelah adanya surat pemberitahuan dari Bank Artha Graha Internasional yang dikirimkan pada hari yang sama.
Sebagai nasabah, putra pendiri koran Harian Pagi Surabaya Pagi ini kaget dan mencoba untuk mengecek kebenaran adanya cessie ini kepada pihak Bank Artha Graha Internasional.
“Begitu tahu bahwa utang kredit saya dilakukan cessie, saya kemudian mendatangi kantor Bank Artha Graha Internasional cabang Surabaya yang beralamat di Jalan Karet Surabaya,” cerita Raditya.
Waktu itu, sambung Raditya, bertemu dengan Selvy Hutomo yang menjabat sebagai Pimpinan PT. Bank Artha Graha Internasional (Tbk) cabang Surabaya.
“Saat saya menanyakan kebenaran cessie ini, Selvy Hutomo tidak menjawab pertanyaan saya, malah menyuruh saya menanyakan langsung ke Winarta, orang yang telah melakukan cessie,” papar Raditya Mohammer Khadaffi.
Raditya Mohammer Khadaffi kembali menjelaskan, dengan adanya cessie ini, ia menangkap adanya persekongkolan jahat dan upaya untuk menguasai asetnya dengan harga murah, yaitu gedung kantor media Surabaya Pagi yang ia jadikan sebagai jaminan kredit di Bank Artha Graha Surabaya senilai Rp. 1,7 miliar.
Pengusaha muda yang juga menjabat sebagai Pimpinan Redaksi (Pimred) Surabaya Pagi ini kembali menjelaskan, dari kredit yang telah ia terima sebesar Rp. 1,7 miliar tersebut, sudah berkurang menjadi sekitar Rp. 1,4 miliar.
“Sejak periode Agustus 2018 hingga akhir 2022, saya sudah melakukan pembayaran angsuran yang jumlah keseluruhannya Rp. 350 juta,” tandasnya.

Karena adanya pandemi covid-19, lanjut Raditya, usaha media yang ia kelola mengalami dampak yang sangat luar biasa.
“Seluruh usaha pers terguncang dengan hebatnya, termasuk usaha saya. Akibatnya, saya tidak lancar membayar cicilan pembayaran kredit kepada Bank Artha Graha,” pengakuan Raditya.
Masih menurut Raditya, dengan adanya kondisi seperti itu, tak lantas membuat Bank Artha Graha memahami apa yang sedang ia alami. Sekarang, dengan seenaknya, Bank Artha Graha Internasional melakukan pengalihan hak tagih piutang atas nama kepada Winarta.
Yang membuat Raditya kecewa dan menyesalkan adanya cessie ini, tidak ada pemberitahuan Bank Artha Graha Internasional sebagai kreditor kepadanya selaku debitur dan juga nasabah Bank Artha Graha Internasional.
Walaupun ada somasi yang dikirimkan Bank Artha Graha kepadanya, Raditya Mohammer Khadaffi mempertanyakan somasi yang dibuat dan dikirimkan Bank Artha Graha tersebut.
“Somasi kepada saya memang ada dan pernah. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, somasi Bank Artha Graha itu tujuannya apa? Menanyakan perihal pembayaran kredit saya bagaimana kelanjutannya ataukah memberitahukan bahwa Bank Artha Graha Internasional sudah melakukan cessie dengan Winarta?,” tanya Raditya.
Raditya kembali menegaskan, cessie yang dilakukan Bank Artha Graha Internasional ini sudah masuk dalam kategori white collar crime atau kejahatan kerah putih.
“Jelas ini white collar crime. Kemudian, terjadinya cessie antara Bank Artha Graha Internasional dengan Winar adalah persekongkolan jahat. Bisa dikatakan juga telah terjadi pemufakatan jahat. Disinilah letak perbuatan melawan hukumnya,” tegas Raditya.
Kejanggalan selanjutnya yang diungkap Raditya Mohammer Khadaffi untuk memperkuat dugaan adanya pemufakatan jahat dibalik terjadinya cessie ini adalah tidak dicantumkannya berapa besarnya cessie yang dilakukan antara Bank Artha Graha dengan Winarta.
“Asas transparansi sudah dilanggar Bank Artha Graha. Jelas sudah Bank Artha Graha kehilangan trust dari nasabahnya karena Bank Artha Graha tidak menerapkan asas kehati-hatian. Ini sudah kejahatan perbankan kalau menurut saya,” ungkap Raditya.
Diakhir pembicaraannya, Raditya tetap tidak terima atas adanya cessie tersebut. Saat ini, Raditya khawatir jika asetnya yang dibeli Juni 2017 senilai Rp. 4,5 miliar dan berdasarkan penghitungan apraisal, ditahun 2023 ini nilainya meningkat menjadi Rp. 9,5 miliar, akan dikuasai atau dibeli orang lain dengan harga sangat murah.
Raditya pun mendesak kepada pihak Bank Artha Graha Internasional supaya transparan dalam melakukan penghitungan sisa utangnya.
Sebab menurut penghitungan Raditya, sisa hutang kredit yang belum ia bayarkan ke Bank Artha Graha tidak sampai Rp. 2 miliar, apalagi sama dengan nilai cessie yang disebutkan Winarta sebesar Rp. 2,5 miliar.
Meski telah dihubungi melalui pesan WhatsApp dinomer 08111918xxxx, Rumi Kreshna Wibowo yang menjabat sebagai Corporate Secretary PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan Winarta dinomer hp 0812345xxx tidak merespon dan memberikan tanggapan apapun. (pay)
