surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Kuasa Hukum Pendeta HL Menduga Ada Kejanggalan Pada Tuntutan 10 Tahun Yang Dijatuhkan JPU

Abdurrachman Saleh, salah satu kuasa hukum pendeta HL. (FOTO : dokumen pribadi untuk surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Tuntutan 10 tahun penjara yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai sangat memberatkan terdakwa. Selain itu, menurut analisa kuasa hukum pendeta HL, tuntutan 10 tahun tersebut sangat janggal.

Adanya kejanggalan di tuntutan yamg dibacakan JPU tersebut diungkap Abdurrachman Saleh, SH selaku kuasa hukum pendeta HL, Kamis (17/9/2020) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Lebih lanjut Abdurrachman Saleh mengatakan, kejanggalan di tuntutan Pendeta HL yang dibacakan Jaksa Sabetania Paembonan secara tertutup diruang sidang Candra PN Surabaya tersebut ada ketidaksesuaian antara rangkaian peristiwa yang terdapat di surat dakwaan JPU dengan uraian peristiwa di surat tuntutan JPU.
” Rangkaian peristiwa yang terdapat disurat dakwaan dengan surat tuntutan yang dibacakan JPU tidak sama,”ujar Abdurrachman Saleh diluar ruang sidang, usai pembacaan tuntutan.
Dalam dakwaan, lanjut Abdurrachman,  jaksa menggunakan UU Nomer 23 tahun 2002. Tapi, tiba-tiba dalam tuntutannya,  jaksa menggunakan UU yang baru yaitu Undang-undang nomor 35 tahun 2014.
“Ini sangat janggal sekali. Padahal dakwaan adalah ukuran pemidanaan, bukan tuntutan. Kalau tidak tercantum dalam dakwaan, maka nggak boleh diikutkan dalam tuntutan,” tegas Abdurrachman.
Apa yang dilakukan jaksa tersebut, sambung Abdurrachman, jelas menyalahi hukum acara pidana yakni pasal 143 KUHAP. Dan itu merupakan pelanggaran hukum
Abdurrachman juga mengklaim jika jaksa tidak menemukan bukti matreiil selama persidangan, sebab jaksa hanya menggunakan bukti petunjuk.  Sementara, bukti petunjuk hanya (boleh) digunakan hakim nanti dalam pemidanaan.
Eden Bethania Thenu, juru bicara korban. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Terpisah juru bicara keluarga korban

Eden Bethania Thenu menyatakan, apa yang dinyatakan pihak terdakwa dalam pembelaan itu adalah sah-sah saja, karena ada hak menuntut dan ada juga hak membela.
“ Sekarang terserah hakim memvonis. Namun ada satu hal yang perlu diingat, terkait apa yang didengungkan pihak pengacara terdakwa, bahwa buktinya kurang,” ujar Eden.
Ini kan kejadian sejak tahun 2005, lanjut Eden, terkubur dan ditutup sangat rapi. Posisinya saat itu, terdakwa adalah pendeta yang sangat berpengaruh dan korbannya adalah anak kecil yang jelas-jelas anak itu adalah anak rohaninya. Apalagi ini disertai dengan ancaman. Apabia ini diungkap maka ayahnya dalam bahaya.
“Perbuatan yang dilakukan terdakwa tersebut dilakukan terus menerus selama enam tahun. Dan selama itu pula, korban terus menjadi budak sex sang pendeta,”ungkap Eden.
Masih menurut Eden, kalau pengacaranya bilang tidak ada saksi yang melihat, ya jelas karena cuma ada mereka berdua, antara korban dan pelaku. Jadi silahkan saja, kita lihat saja nanti bagaimana hakim yang menilainya.
Yang jelas kata Eden, pengakuan sudah pernah dilakukan pendeta HL didepan isterinya dan juga didepan keluarga korban, juga dihadapan majelis inti dan majelis semuanya. Artinya, pengakuan tersebut sudah dilakukan berulang-ulang.
Eden pun berharap agar majelis hakim dalam putusannya nanti memberikan hukuman yang setimpal pada terdakwa.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, terdakwa pendeta Hanny Lanyantara dinyatakan terbukti melanggar Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang (UU) No.35  tahun 2014 tentang perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Oleh JPU terdakwa dituntut 10 tahun denda Rp100 juta, subsider 6 bulan penjara.
Menurut Jaksa Sabetania, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan sehingga menuntut pendeta HL dengan hukuman pidana penjara 10 tahun. Pertama, kata dia, perbuatan perbuatan pendeta terhadap anak rohaninya itu mengakibatkan trauma. “Selanjutnya, perbuatan oknum pendeta HL telah merusak masa depan korban,” ujar Sabetania di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (14/9/2020).
Hal yang memberatkan lainnya sambung Sabetania, terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui secara terus terang perbuatannya.
“Selain pidana penjara, oknum pendeta HL dituntut membayar denda sebesar Rp 100 juta. Apabila denda tidak bisa dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” ujar Sabetania waktu itu. (pay)

Related posts

Penyelundup 6,1 Kilogram Sabu Asal Belanda Divonis Hukuman Mati

redaksi

Nasi Santri Dan Nasi Ponyo, Menu Andalan Pesonna Hotel Di Bulan Ramadan Persembahan Seorang Maestro Memasak

redaksi

BNNP Jawa Timur Hanya Amankan Dua Orang Positif Narkoba Dari Apartemen Puncak Permai

redaksi