SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang gugatan pembayaran ganti rugi penayangan pertandingan sepak bola Piala Dunia 2014 antara PT. Inter Sport Marketing (PT. ISM) melawan PT. Bali Diri Tata Wisata, d/a. Hotel Risata Bali Resort & Spa, Jalan Wana Segara – Kuta – Badung – Bali kembali digelar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Pada persidangan yang terbuka untuk umum yang digelar di ruang sidang Kartika 1, PN Surabaya, Senin (15/8) tersebut, Hotel Risata Bali Resort & Spa selaku tergugat menghadirkan 4 orang saksi. Mereka yang dihadirkan di persidangan itu adalah Nengah Darminta, security hotel, Kadek Suparmayasa selaku bartender Hotel Risata Bali Resort and Spa, Made Suardana selaku Chef Enginering Hotel Risata Bali Resort & Spa dan saksi keempat adalah Fransiska Handoko selaku General Manager (GM) Hotel Risata Bali Resort & Spa.
Selain menerangkan masalah nonton bareng, kedatangan 2 orang ke Hotel Risata Bali Resort, PT. Bali Diri Tata Wisata selaku tergugat, juga menerangkan tentang adanya upaya pemerasan dan ancaman karena dianggap sudah menyelenggarakan nonton bareng Piala Dunia 2014 di bar. Ancaman dan upaya pemerasan itu diungkapkan GM Hotel Risata Bali Resort & Spa, Fransiska Handoko di muka persidangan.
Dihadapan majelis hakim dan Harjanto, SH yang ditunjuk sebagai ketua majelis, kuasa hukum PT. ISM selaku tergugat dan kuasa hukum PT. Bali Diri Tata Wisata selaku tergugat, Fransiska mengatakan, bahwa ia pernah dipanggil oleh seseorang yang mengaku dari PT. Nonbar atau PT. ISN.
“Orang itu bernama Joni Gunawan. Orang ini bilang kalau Hotel Risata Bali Resort and Spa harus bayar Rp. 120 juta karena sudah melanggar. Bentuk pelanggarannya adalah sudah melaksanakan nonton bareng selama Piala Dunia 2014 berlangsung, “ ungkap Fransiska.
Sebelum ada pemanggilan, sambung Fransiska, Hotel Risata Bali Resort didatangi 2 orang tanggal 26 Juni 2014. Kedua orang ini kemudian menuju ke bar padahal waktu itu bar sudah tutup dan sebagian besar penerangan lampu sudah padam.
“Tiba di bar, 2 orang itu kemudian minta diputarkan pertandingan sepak bola Piala Dunia. Waktu itu yang sedang berlaga adalah Honduras melawan Switzerland. Pasca kejadian itu, tiba-tiba kami dihubungi dan ditagihkan pembayaran. Hanya karena 2 orang itu sudah nonton pertandingan piala dunia, kami harus membayar tagihan seperti yang mereka minta, “ jelas Fransiska, Senin (15/8).
Saat disinggung tentang tagihan itu oleh salah satu kuasa hukum tergugat, saksi Fransiska ini dengan tegas menyatakan bahwa hal tersebut lebih mengarah ke ancaman dan pemerasan. Bentuk ancamannya dan pemerasan itu adalah dari status Blackberry (BB) orang yang meminta duit yakni Joni Gunawan yang menyatakan bahwa Hotel Risata sudah mengajak untuk Perang Badar.
Masih menurut kesaksian Fransiska di muka persidangan, ia merasa heran mengapa Hotel Risata Bali Resort & Spa harus membayar ganti rugi sebesar Rp. 120 juta, padahal Bar Hotel Risata Bali tanggal 26 Juni 2014 pukul 02.00 WIT sudah tutup. Untuk moment perhelatan Piala Dunia 2014 itu, Hotel Risata Bali Resort tidak pernah mendapatkan surat edaran, brosur maupun surat yang lain yang berisi himbauan, sosialisasi maupun pemberitahuan dari PT. ISM sebagai pemegang lisensi dari Federation International de Football Association (FIFA).
Untuk diketahui, berdasarkan gugatan yang dibuat PT. ISM melalui tim penasehat hukumnya dari JAWS & PARTNERS, PT. ISM dalam hal ini sebagai penggugat, adalah satu-satunya penerima lisensi dari FIFA untuk Media Rights menyiarkan tayangan 2014 FIFA World Cup Brazil di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Dalam gugatan yang ditanda tangani Wilmar Sitorus, Judika Pangaribuan, SH, Boturani Adikasih,SH, David Martua H Butar-Butar ,SH, Adi Susanto,SH, Whindy Sanjaya, SH, N. Loni Rihi,SH dan Fredrik Billy, SH juga dinyatakan bahwa tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan menayangkan 2014 FIFA World Cup Brazil di areal Komersial yaitu di Restauran Hotel Risata Bali Resort & SPA yang beralamat di Jalan Wana Segara, Kuta, Badung, Bali tanpa ijin dari penggugat.
Akibatnya, penggugat mengalami kerugian atas tayangan 2014 FIFA World Cup Brazil di areal komersial tanpa ijin dengan rincian biaya lisensi hak siar Tayangan 2014 FIFA World Cup Brazil untuk setara hotel bintang 5 adalah Rp. 100 juta, denda kerena tidak secepatnya merespon teguran atau somasi dari penggugat ( ganti rugi materiil) : 20 X dari harga lisensi yaitu 20 X Rp.100 juta = Rp. 2 miliar.
Selain itu, tergugat juga mengalami kerugian penghargaan atas nilai investasi yang tidak dihormati oleh tergugat (ganti rugi materiil) sebesar Rp. 5 miliar. Kemudian, keuntungan yang akan diterima penggugat dari bunga uang bilamana dana investasi sebesar US$ 54.000.000 di depositokan di bank pemerintah saat itu 1 US$ = Rp. 13.170 X US$. 54.000.000 = Rp. 711.180.000.000, X 6 % per tahun atau per bulan 0.5 % = Rp. 3.555.900.000,-/perbulan dari gugatan ini di daftarkan sampai mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Penggugat dalam gugatannya juga menerangkan ganti rugi imateriil sebesar Rp. 5 miliar yang harus dibayarkan kepada penggugat karena menayangkan tayangan 2014 FIFA World Cup Brazil di areal komersial sehingga jumlah kerugian yang harus dibayar tergugat adalah Rp. 15 miliar. Penggugat juga memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutuskan gugatan ini untuk menghukum tergugat membayar uang paksa atau dwangsom atas keterlambatan pembayaran ganti rugi setiap hari sebesar Rp.1 juta. (pay)