surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Ada Dissenting Opinion Di Perkara Memberikan Keterangan Palsu Datuk Iksan Marsudi

Sidang pembacaan putusan Datuk Iksan Marsudi di PN Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang dugaan tindak memberikan keterangan palsu pada akte otentik dengan terdakwa Datuk Iksan Marsudi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya akhirnya berakhir dramatis. Dari tiga hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini, dua hakim menyatakan terdakwa Datuk Iksan Marsudi bersalah, sedangkan satu orang hakim berpendapat terdakwa Datuk Iksan Marsudi tidak bersalah.

 

Adanya dissenting opinion ini terjadi Kamis (24/10/2019) pada persidangan yang terbuka untuk umum diruang sidang Garuda 1 PN Surabaya. Persidangan ini sendiri berjalan cukup lama karena dua orang hakim yang menyatakan terdakwa Datuk bersalah dan seorang hakim yang menyatakan terdakwa Datuk tidak bersalah, secara bergantian membacakan pertimbangan hukumnya dimuka persidangan.

 

Untuk memeriksa dan mengadili perkara dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu pada akta otentik dengan terdakwa Datuk Iksan Marsudi, PN Surabaya menugaskan hakim Anne Rusiana sebagai ketua majelis, I Wayan Sosiawan dan Marsudi Effendi masing-masing sebagai hakim anggota.

 

Sebelum menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa, hakim Anne Rusiana selain membacakan pertimbangan hukum majelis hakim dan menyatakan terdakwa Datuk bersalah, juga membacakan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan sehingga terdakwa Datuk dijatuhi pidana penjara.

 

Lebih lanjut Anne Rusiana menjelaskan, hal-hal yang memberatkan terdakwa Datuk Iksan Marsudi, bahwa perbuatan terdakwa merugikan orang lain, terdakwa mengaku tidak bersalah, terdakwa menggunakan sarana hukum yang sah untuk mengemas kejahatan terdakwa seolah-olah tindakan terdakwa adalah tindakan yang benar di depan hukum. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan di persidangan.

 

“Memperhatikan semua perundang-undangan yang berlaku mengadili. Menyatakan terdakwa Datuk Iksan Marsudi terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik,” ujar Anne saat membacakan putusannya, Kamis (24/10/2019).

 

Menjatuhkan pidana penjara, lanjut Anne, kepada terdakwa Datuk Iksan Marsudi selama satu tahun dan enam bulan. Memerintahkan supaya terdakwa tetap ditahan.

 

Ada beberapa hal yang membuat hakim Anne Rusiana dan hakim I Wayan Sosiawan berkeyakinan bahwa Datuk Iksan Marsudi terbukti secara sah dan meyakinkan memberikan keterangan palsu pada akta otentik.

 

Diawal penjelasannya, hakim Anne mengatakan, karena dakwaan JPU ini berbentuk alternatif majelis hakim harus memperhatikan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Untuk perkara dengan terdakwa Datuk Iksan Marsudi ini, hakim Anne Rusiana dan I Wayan Sosiawan memilih dakwaan kesatu sebagaimana diatur dalam pasal 266 ayat (1) KUHP, dimana di dakwaan kesatu Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkandung unsur-unsur barang siapa, yang menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik, mengenai suatu hal yang kebenarannya dinyatakan dalam akta itu, dengan maksud memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya menjadi sebuah kebenaran dan kebenarannya itu dapat menimbulkan kerugian

 

Terhadap permohonan waris yang pernah diajukan terdakwa Datuk Iksan Marsudi ke Pengadilan Agama (PA) Surabaya dengan nomor : 0594/Pdt.P/2017/PA.Sby, majelis hakim mengatakan, berdasarkan fakta-fakta hukum dan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan, permohonan waris yang dimohonkan terdakwa ini terdaftar di Kepaniteraan PA Surabaya.

 

Kemudian, fakta lain yang diungkap dari adanya permohonan waris yang pernah dimohonkan terdakwa Datuk Iksan Marsudi di PA Surabaya tersebut, pada point tiga menyatakan bahwa almarhumah Hj. Gaby Silvy Fauziah tidak mempunyai saudara kandung mengandung unsur bahwa permohonannya yang menyatakan bahwa Hj. Gaby Silvy Fauziah tidak mempunyai saudara kandung adalah merupakan keterangan tidak benar atau palsu.

 

“Berkaitan dengan keterangan palsu yang dilakukan terdakwa dengan cara menyuruh memasukkan ke dalam akta otentik, sebagaimana diatur dalam pasal 266 ayat (1) KUHP, harus diartikan dalam pengertian yang umum, menurut bahasa sehari-hari,” ungkap Anne saat membacakan pertimbangan hukumnya.

 

Undang-Undang, sambung Anne, juga mensyaratkan bahwa pelaku harus menyuruh untuk mencantumkan suatu keterangan palsu di dalam suatu akta otentik yang kebenarannya harus dinyatakan dalam akta itu

 

“Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, tanggal 16 Maret 2017 di PA Surabaya Jalan.Ketintang Madya VI No. 3 Kelurahan. Jambangan  Kecamatan. Jambangan Kota Surabaya, terdakwa mengajukan permohonan penetapan waris yang terdaftar di Kepaniteraan PA Surabaya nomor : 0594/Pdt.P/2017/PA.Sby, yang pada point tiga permohonannya menyatakan, bahwa almarhumah Hj. Gaby Silvy Fauziah tidak mempunyai saudara kandung,” ujar Anne.

 

Masih menurut Anne, saat membacakan pertimbangan hukumnya, perkara permohonan yang dimohonkan terdakwa ini adalah bersifat volunter, artinya bukanlah sengketa dan dalam permohonan tersebut terdakwa secara gamblang, dalam point tiga permohonannya menyatakan bahwa almarhumah Hj. Gaby Silvy Fauziah tidak mempunyai saudara kandung. Permohonan tersebut menurut hukum harus dimasukkan dalam penetapan pengadilan yang mencantumkan kata-kata bahwa almarhumah Hj. Gaby Silvy Fauziah tidak mempunyai saudara kandung.

 

Terdakwa Datuk Iksan Marsudi. (FOTO : parlin/surabayaupdate)

Selain itu, dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Anne Rusiana itu juga dijelaskan tentang tugas majelis hakim dalam perkara perdata, termasuk didalamnya perkara permohonan adalah menerima, memeriksa dan memutuskan suatu permohonan, dan ketika permohonan itu diajukan maka secara hukum hakim wajib memeriksanya.

 

“Pengertian menyuruh, ketika diperhadapkan dengan fungsi hakim untuk memeriksa suatu permohonan, tidak diartikan bahwa pemohon menyuruh hakim untuk memerintahkan hakim untuk memasukkan keterangan yang tidak benar tersebut kedalam penetapan hakim,” papar Anne.

 

Akan tetapi, lanjut Anne, karena fungsi pengadilan adalah menerima, memeriksa dan memutuskan suatu perkara, maka pengertian menyuruh bukan suatu perintah para pihak tapi permohonan tersebut berubah menjadi perintah undang-undang

 

Permohonan pemohon yang masuk keranah hukum perdata dihubungkan dengan tugas dan fungsi pengadilan untuk menerima, memeriksa dan memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya, maka kata menyuruh mendapat bentuk baru, berafiliasi menjadi perintah undang-undang dan perintah undang-undang yang mewajibkan hakim memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara permohonan berdasarkan template penetapan harus memuat seluruh permohonan pemohon didalamnya memintakan ditetapkan sebagai ahli waris dari almarhumah Hj. Gaby Silvy Fauziah dengan menyebutkan almarhumah Hj. Gaby Silvy Fauziah tidak mempunyai saudara kandung.

 

Dalam pertimbangan majelis hakim yang dibacakan hakim Anne Rusiana ini juga disinggung tentang permohonan yang diajukan terdakwa Datuk Iksan Marsudi waktu itu di PA Surabaya, bukanlah menyuruh person to person, akan tetapi menyuruh dengan menggunakan jalur hukum, dimana perintah undang-undang bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya, maka permohonan tersebut merupakan suatu bentuk menyuruh dengan menggunakan jalur hukum permohonan ke pengadilan agama dalam perkara nomor : 0594/Pdt.P/2017/PA.Sby supaya kepentingan pengguna pengadilan dalam perkara pemohonan volunter diperiksa di PA Surabaya.

 

Dalam pertimbangannya ini, majelis hakim juga menyatakan, bahwa menyuruh janganlah diartikan secara sempit, namun harus lebih luas sehingga masuk didalamnya proses hukum permohonan yang bersifat volunter ke pengadilan.

 

Masih dalam pertimbangan hukum yang dibacakan hakim Anne Rusiana ini, majelis hakim akan mempertimbangkan apakah produk hukum putusan dan penetapan hakim dalam suatu perkara dapat dikategorikan sebagai akta otentik sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 ayat (1) KUH Pidana atau tidak.

 

Pengertian akta otentik berdasarkan pasal 1818 KUH Perdata menyebutkan, suatu akta otentik adalah akta yang dibuat berdasarkan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang, ditempat dimana akta itu dibuat.

 

“Akta otentik mengalami penyempitan pengertian, seolah-olah akta otentik dibuat notaris, padahal dalam rumusan undang-undang disebutkan akta otentik dibuat berdasarkan undang-undang oleh dan atau pejabat yang berwenang. Dan pejabat-pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk membuat produk hukum yang mempunyai dampak hukum adalah akta otentik,” tukas Anne saat membacakan pertimbangan hukumnya.

 

Hakim dalam pertimbangan hukumnya ini juga menyebut bahwa PPAT dalam membuat sebuah produk hukum dan produk yang dibuat PPAT ini mempunyai kekuatan eksekutorial, sama halnya dengan putusan pengadilan yang dibuat demi keadilan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mempunyai kekuatan eksekutorial, sehingga putusan pengadilan agama nomor 0594 itu dapat dikatakan sebagai akta otentik

 

Kemudian, permohonan yang diajukan terdakwa Datuk Iksan Marsudi nomor 0594 di Pengadilan Agama Surabaya, dinilai majelis hakim sebagai bentuk memberikan keterangan palsu dalam akta otentik yang mana didalam permohonan itu agar dimaksudkan ahli waris almarhumah Hj. Geby Silvy Fauziah adalah Datuk Iksan Marsudi sebagai upaya untuk menganulir hak adik almarhumah dan itu terlihat dari tulisan pada obyek tanah yang berada di Jalan Bendul Merisi Besar Timur nomor 57C Surabaya, dengan memasang resplang yang bertuliskan sebagai ahli waris tunggal

 

Berdasarkan bukti yang diajukan terdakwa berupa surat wasiat yang dibuat Hj. Gaby Silvy Fauziah tanggal 29 Juni 2005 yang menjelaskan bahwa maka saya mewasiatkan mewariskan seluruh harta saya maupun atas nama H. Datuk Suleha yang berupa aset bergerak maupun tidak bergerak kepada suami saya yang bernama Datuk Ikhsan Marsudi.

 

“Pada saat membuat surat wasiat tersebut, almarhumah Hj. Gaby Silvy Fauziah belum menjadi istri terdakwa Datuk Iksan Marsudi. Keduanya baru sah secara hukum baru menikah 30 Juni 2015. Dengan demikian, majelis hakim menilai surat wasiat yang dibuat itu mengandung ketidakbenaran secara yuridis atau keterangan palsu,” ujar hakim Anne.

 

Karena surat wasiat ini cacat yuridis di satu pihak, sambung Anne, maka dipihak yang lain, putusan pengadilan agama yang dimohonkan terdakwa dan kemudian keluarlah putusan pengadilan agama yang menerangkan bahwa ahli waris Hj. Gaby Silvy Fauziah adalah terdakwa Datuk Iksan Marsudi, saling kontradiksi karena wasiat yang cacat dan karena ada penetapan ahli waris

 

Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya juga menerangkan adanya akta yang dibuat terdakwa dapat menimbulkan kerugian, dengan dimohonkannya Anthonia alias Anthonia Meulemans bukanlah adik kandung Hj. Gaby Silvy Fauziah, dan PA Surabaya sudah menetapkan Datuk Iksan Marsudi sebagai ahli waris dan menguasai seluruh harta almarhum.

 

Datuk dengan serius mendengarkan putusan yang dibacakan majelis hakim. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Dengan adanya hal ini maka hakim berpendapat kalau ini juga dapat dijadikan pertimbangan hukum bahwa terdakwa sudah melanggar pasal 266 ayat (1) dan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu

 

Jika hakim Anne Rusiana dan I Wayan Sosiawan berpendapat terdakwa Datuk Iksan Marsudi secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal 266 ayat (1) KUHP, namun tidak demikian dengan hakim Marsudi Effendi.

 

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim Marsudi Efendi berpendapat, tindak pidana merupakan rumusan dalam undang-undang tentang perbuatan yang ditahan, adanya ancaman pidana kepada siapa saja yang melanggar undang-undang tersebut.

 

“Untuk dapat menentukan seseorang telah melakukan sebuah tindak pidana, orang tersebut harus terbukti melakukan perbuatan yang dilarang oleh negara atau unsur objektif dari tindak pidana yang dimaksud,” kata Marsudi.

 

Masih dalam pendapat hukumnya, hakim Marsudi Efendi kemudian melakukan pengkajian atas dakwaan yang disusun JPU untuk mendakwa terdakwa Datuk Iksan Marsudi. Terkait dengan dakwaan kesatu, terdakwa didakwa melanggar pasal 266 ayat (1), haruslah dilihat secara obyektif dan subyektif.

 

“Terkait dengan pasal 266 ayat (1) KUHP, dimana disini terdakwa Datuk Iksan Marsudi mengajukan permohonan penetapan waris terdaftar di Kepaniteraan PA Surabaya nomor : 0594/Pdt.P/2017/PA.Sby tanggal 3 April 2017. Yang menjadi persoalan hukum, pertama apakah penetapan yang diterbitkan PA Surabaya nomor 0594/Pdt.P/2017/PA.Sby tanggal 3 April 2017 berdasarkan permohonan yang diajukan terdakwa dan ditetapkan sebagai ahli waris almarhumah Hj. Gaby Silvy Fauziah dapat dianggap sebagai wujud perbuatan terdakwa telah menyuruh, memasukkan keterangan  palsu dalam akta otentik mengenai satu hal yang didalamnya haruslah diadakan dengan akta itu,” papar Marsudi.

 

Kedua, apakah hakim yang mengadili perkara permohonan yang diajukan terdakwa tersebut dapat dianggap sebagai pejabat yang disuruh terdakwa untuk memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik

 

“Bahwa perlu dipahami, hakim adalah pelaksana kekuasaan kehakiman secara nyata di masyarakat, dengan tugas pokoknya menerim, memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya dan hasilnya dituangkan dalam bentuk tertulis berupa keputusan atau penetapan sesuai dengan kewenangan di tingkat pengadilannya, apakah hakim dilingkungan peradilan umum, pengadilan agama dan peradilan militer, ” ujar Marsudi

 

Jika melihat putusan majelis hakim PA Surabaya terhadap nomor perkara 0594 bukanlah dihasilkan oleh hakim sebagai orang yang disuruh untuk memasukkan keterangan palsu dalam putusan atau penetapannya. Hal ini sejalan dengan asas yang bersifat universal tentang independensi kehakiman sebagaimana tercantum dalam konstitusi, didalam pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan keadilan

 

Dalam putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 329-K/JKR/ tanggal 17 Desember  yang menerangkan surat yang dibuat ahli waris yang dikeluarkan PA Bogor tidak dapat dipandang sebagai akta otentik yang dimaksudkan dalam pasal 266 ayat (1) KUHP

 

Hakim juga bukanlah seorang pejabat yang disuruh terdakwa untuk memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 ayat (1) KUHP maka segala putusan atau penetapan yang dibuat majelis hakim bukan termasuk akta otentik  sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 ayat (1) KUHP dan oleh karena itu terdakwa Datuk Iksan Marsudi tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 266 ayat (1) KUHP.

 

Karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 ayat (1) KUHP maka dakwaan JPU menjadi tidak terbukti dan haruslah dibuktikan terlebih dahulu adanya tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 266 ayat (1) KUHP.

 

Masih dalam kajian hukumnya, hakim Marsudi Efendi juga mengatakan jika terdakwa sudah memberikan keterangan yang benar di PA Surabaya karena ketika memberikan keterangan atas perkaranya itu, terdakwa Datuk Iksan Marsudi menyampaikannya dibawah sumpah terlebih dahulu dan sumpah ini bertujuan agar terdakwa dapat memberikan keterangan yang benar tidak lain dari yang sebenarnya dan ini diatur dalam pasal 160 ayat (3) KUHAP.

 

“Sudah ada keterangan yang diberikan dan dibuat dengan status sumpah dan keterangan yang disampaikan terdakwa tersebut adalah keterangan yang benar, tidak lain dari yang sebenarnya,” imbuhnya.

 

Masih menurut pertimbangan hukum hakim Marsudi, dari uraian dakwaan JPU, memberikan keterangan yang tersumpah telah dilakukan terdakwa sebagaimana diatur dalam pasal 242 KUHP. Bahwa atas permohonan yang diajukan terdakwa, terdakwa menghadiri sidang di PA Surabaya untuk diperiksa sebagai saksi pemohon dan sebelum diperiksa sebagai saksi pemohon, terdakwa telah disumpah hakim yang memeriksa.

 

Diakhir pembicaraan pembacaan pertimbangan hukumnya, hakim Marsudi mengatakan, karena terdakwa dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwa JPU, melanggar pasal 266 ayat (1), maka terdakwa haruslah dibebaskan dari segala unsur dakwaan JPU serta dipulihkan nama baiknya.

 

Untuk diketahui, putusan pidana penjara satu tahun dan enam bulan buat terdakwa Datuk Iksan Marsudi ini, jumlahnya sama dengan tuntutan yang dimintakan Jaksa Darwis ke majelis hakim. (pay)

Related posts

Menurut Ahli Pidana, Penerapan Pasal 263 KUHP Harus Diikuti Dengan Motifasi dan Kehendak

redaksi

Dimintai Keterangan Di Kantor Imigrasi Kelas 1 TPI Jakarta Utara, Irsan Minta Sidang Duplik Ditunda

redaksi

Ketua LQ Indonesia Law Firm Desak Kasus Kebakaran Gedung Kejagung Dan KM 50 Dibuka Kembali Karena Dinilai Sarat Rekayasa

redaksi