
SURABAYA (surabayaupdate) – Untuk menyambut Hari Tuberkulosis Sedunia 2025 tanggal 24 Maret 2025, Fakultas Kedokteran Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Surabaya memberi edukasi kepada masyarakat seputar tuberkulosis dan bagaimana cara mengatasinya.
Edukasi yang diberikan FKM Unair kepada masyarakat ini dituangkan dalam gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis.
Dalam perhelatan ini, masyarakat juga diminta untuk meningkatkan kesadarannya akan bahaya tuberkulosis.
Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis ini diprakarsai Research Group Tobacco Control (RGTC) FKM Unair.
Dalam pemaparannya, Dekan FKM Unair Prof. Dr. dr. Santi Martini, M.Kes mengatakan, Indonesia masih menjadi negara dengan beban TBC tinggi.
Lebih lanjut Prof. Dr. Santi Martini, M.Kes memaparkan, Berdasarkan Global TB Report 2024, Indonesia menempati posisi kedua dunia dalam beban kasus TBC setelah India.
“Hal ini menunjukkan bahwa TBC masih menjadi ancaman serius kesehatan masyarakat yang harus segera diatasi,” ucap Prof. Santi Martini saat menggelar presscon, Senin, (24/03/25) di Kampus FKM Unair Surabaya.
Padahal, lanjut Prof. Santi Martini, obat TBC sudah ada dan sudah tersedia, dapat diperoleh secara gratis di fasilitas kesehatan seperti puskesmas.
“Namun permasalahannya adalah, banyak yang tidak patuh terhadap pengobatan,” ungkap Prof. Dr. Santi Martini.
Sehingga, sambung Prof. Dr. Santi Martini, hal itu menyebabkan resistensi obat. Ini semakin mempersulit pengobatan TB hingga tuntas. Padahal penyakit TBC itu dapat dicegah dan disembuhkan.
Prof. Dr. Santi Martini juga menjelaskan, faktor risiko yang dapat menyebabkan tertular TBC disebabkan banyak hal, diantaranya, orang dengan HIV/AIDS, orang dengan imunitas rendah seperti penderita Diabetes Melitus, termasuk orang yang merokok atau terpapar asap rokok.
Ditempat yang sama, Wiwin Is Effendi, dr., Sp.P(K), Ph.D, FAPSR Dokter Spesialis Paru menjelaskan, semua orang tanpa terkecuali dapat tertular TB.
“Setelah TB dideteksi pada penemuan kasus, pengobatan hingga pencegahan harus in-line, tidak boleh ada kasus yang lolos, tidak tertangani,” papar Wiwin Is Effendi.
Sehingga, lanjut Wiwin Is Effendi, pencegahan dan pengobatan TB bisa tuntas terselesaikan. Saat ini sudah sangat banyak teknologi canggih yang dapat digunakan untuk diagnosis kasus TB.
Program TB terdiri dari deteksi suspek yang dicurigai beserta gejala-gejala seperti batuk berdarah, panas tidak tinggi, batu-batuk, atau orang-orang dengan penyakit dalam jangka waktu penyembuhan yang lama.
Wiwin Is Effendi kembali melanjutkan, semakin besar cakupan yang sakit, semakin besar potensi penemuan kasus.
“Dengan begitu, maka pengobatan akan semakin mudah. Pengobatan TBC tergolong cukup lama, kurang lebih 6 bulan berturut-turut sampai tuntas,” kata Wiwin Is Effendi.
Kepatuhan dari pasien sangat penting, ujar Wiwin Is Effendi. Jangan sampai, penderita yang sudah dalam pengobatan malah putus di tengah jalan sehingga pasien menjadi resisten obat.
Program Cek Kesehatan Gratis (PKG) yang saat ini disediakan pemerintah menjadi salah satu upaya deteksi untuk penemuan tanda gejala penyakit menular maupun penyakit tidak menular, sehingga dapat segera ditangani.
Selain itu, Penurunan kasus TB masuk dalam program pemerintah Quick Win melalui skrining aktif, pengobatan preventif, optimalisasi layanan, digitalisasi pemantauan, dan kolaborasi lintas sektor untuk dampak cepat.
Tanpa adanya intervensi yang kuat, TBC akan terus menjadi beban kesehatan yang besar bagi Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan gerakan nasional yang masif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mempercepat eliminasi TBC di Indonesia. (pay)