surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Ditutupnya Restoran Sangria By Planoza Akibat Ketidak Jujuran Effendi Pudjihartono Ke Ellen Sulistyo

Priyono Ongkowijoyo kuasa hukum Ellen Sulistyo, menunjukkan surat pemberitahuan Kodam V/Brawijaya untuk Effendi Pudjihartono. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Penutupan Restauran Sangria by Planoza yang dilakukan Kodam V/Brawijaya karena ketidak jujuran Effendi Pudjihartono kepada Ellen Sulistyo.

Karena ketidak jujuran itulah, menimbulkan penilaian bahwa Effendi Pudjihartono mempunyai itikad tidak baik begitu menjalin kerjasama dengan Ellen Sulistyo dalam hal pengelolaan Restoran Sangria by Planoza.

Penilaian adanya itikad tidak baik dan ketidak jujuran Effendi Pudjihartono kepada Ellen Sulistyo itu diungkapkan Priyono Ongkowijoyo, salah satu kuasa hukum Ellen Sulistyo.

Terkait hal itu, lebih lanjut Priyono Ongkowijoyo menjelaskan, itikad tidak baik tersebut terjadi usai terjadi kesepakatan antara Effendi Pudjihartono dengan Ellen Sulistyo dalam hal pengelolaan Restauran Sangria by Planoza yang berdiri diatas aset Kodam V/Brawijaya.

“Melihat kejadian awal antara kedua belah pihak yang berencana melakukan kerjasama dalam hal mengelola sebuah restauran, Effendi Pudjihartono sebenarnya sudah tidak jujur,” ujar Priyono.

Ketidak jujuran itu, lanjut Priyono, tidak adanya pemberitahuan atau informasi yang disampaikan Effendi kepada Ellen, sebelum keduanya sepakat untuk mengelola restauran dan keduanya mengingatnya dalam sebuah perjanjian.

“Untuk meyakinkan Ellen Sulistyo, Effendi Pudjihartono mengatakan bahwa dia adalah pemegang hak atas aset Kodam V/Brawijaya yang terletak dijalan Dr. Soetomo no. 30 Surabaya yang rencananya didirikan Restauran Sangria by Planoza.

Effendi Pudjihartono, lanjut Priyono semakin meyakinkan Ellen dengan mengatakan bahwa ia telah mempunyai hak sewa untuk pemanfaatan aset tersebut selama 30 tahun.

“Namun faktanya, sebagaimana tertuang dalam SPK Kodam V/Brawijaya, penguasaan aset dalam bentuk hak sewa tersebut masih diatur dengan adanya peninjauan sewa pemanfaatan aset secara periodisasi setiap lima tahun sekali,” ungkap Priyono.

Artinya, sambung Priyono, walaupun Effendi telah mempunyai hak sewa pemanfaatan aset hingga 30 tahun, namun per lima tahun perjanjian antara Kodam V/Brawijaya dengan Effendi Pudjihartono akan dilakukan pengkajian.

“Jika dalam lima tahun itu ada kesepakatan yang dilanggar atau adanya kewajiban yang seharusnya diberikan kepada Kodam V/Brawijaya namun tidak dilakukan, maka pihak Kodam V/Brawijaya dapat langsung memutus atau membatalkan perjanjian itu dan mencabut hak pemanfaatan aset yang telah disepakati selama 30 tahun tersebut,” papar Priyono.

Juli 2022, lanjut Priyono, Effendi Pudjihartono dan Ellen Sulistyo mengikat rencana kerjasama pengelolaan restauran kedalam sebuah perjanjian.

Masih menurut penjelasan Priyono, dalam perjanjian yang dibuat kedua belah pihak, Ellen Sulistyo selain sebagai pengelola juga sebagai investor.

“Namun, baru lima bulan mengelola restoran Sangria by Planoza, restauran ini sudah ditutup pihak Kodam V Brawijaya,” imbuhnya.

Priyono menambahkan, tanggal 11 Mei 2023, Kodam V/Brawijaya sebenarnya telah mengirimkan surat pada Effendi. Surat itu kemudian diteruskan Effendi kepada Ellen melalui pesan WhatsApp.

“Diterangkan dalam surat tersebut, Kodam V/Brawijaya mencabut hak sewa aset dan meminta Effendi untuk menyerahkan aset tersebut ke Kodam V/Brawijaya,” tandas Effendi.

Masih menurut penjelasan Priyono, di suratnya itu, Kodam V/Brawijaya juga dijelaskan , bahwa Kodam V/Brawijaya sudah memberikan surat pada Effendi tanggal 28 Maret 2022 karena adanya permasalahan.

“Karena adanya permasalahan tersebut, ada perintah dari Pangdam V/Brawijaya untuk menyelesaikan aset milik kodam yang bermasalah,” kata Priyono.

Namun ironisnya, lanjut Priyono, hal ini tidak secara jujur disampaikan Effendi ke Ellen Sulistyo. Karena ketidak tahuannya tersebut, Ellen Sulistyo tetap menandatangani kerjasama di bulan Juli 2022.

Priyono juga mengatakan, seandainya Ellen Sulistyo mengetahui adanya surat yang isinya bahwa aset yang disewa Effendi tersebut bermasalah, tidak mungkin Ellen Sulistyo bersedia bekerjasama untuk mengelola Restauran Sangria by Planoza.

Ellen Sulistyo sang dokter resto, usai mengikuti persidangan gugatan Fifie Pudjihartono. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Masih kata Priyono, terkait PNBP yang disoal Kodam V/Brawijaya, hal itu murni tanggungjawab Effendi, karena ada perjanjian antara Effendi dengan Kodam V/Brawijaya. Dan kerjasama yang terjadi antara Effendi dengan Kodam V/Brawijaya itu tidak diketahui Ellen.

“Terkait hal ini, bisa dibuktikan dengan tidak adanya tembusan untuk Ellen Sulistyo, dan baru diketahui dari perjanjian SPK tersebut jika Effendi akan mengalihkan ke pihak ketiga,” paparnya.

Seharusnya, sambung Priyono, jika Effendi jujur dan punya itikad baik, ketika Effendi berencana mengalihkan hak pengelolaan aset Kodam V/Brawijaya kepada pihak ketiga, hal tersebut Effendi sampaikan kepada Kodam V/Brawijaya secara lisan.

“Faktanya, rencana pengalihan pengelolaan aset Kodam V/Brawijaya tersebut tidak dilakukan,” kata Proyono.

Wajar saja, lanjut Priyono, jika Ellen tidak pernah melakukan komunikasi apapun dengan Kodam V/Brawijaya, karena yang berkompeten untuk melakukan hal itu adalah Effendi Pudjihartono, bukan Ellen Sulistyo.

Sementara itu, Ellen Sulistyo menambahkan, dirinya mengakui sudah termakan bujuk rayu Effendi supaya mau bekerjasama dalam hal mengelola restoran Sangria.

Ellen pun mengakui terlampau percaya dengan perkataan Effendi, karena waktu itu Effendi mengatakan secara jelas bahwa Effendi memiliki hak pengelolaan aset Kodam V/Brawijaya selama 30 tahun.

“Kata Effendi waktu itu, kamu percaya aja sama saya. Tapi yang terjadi, saya dibohongi. Baru mengelola lima bulan, sudah ditutup. Jelas saya yang dirugikan baik materiil maupun imateriil,” pungkasnya.

Seharusnya, lanjut Ellen, Effendi itu punya hati nurani dan belas kasihan kepada para karyawan saya yang berjumlah puluhan. Mereka ini bekerja di Sangria.

“Apa dia mikir, bagaimana nasib para karyawan ini setelah Kodam V/Brawijaya menutup Restauran Sangria? Bagaimana kelangsungan hidup para karyawan Sangria ini?,” ujar Ellen penuh tanya.

Oleh karena itu, Ellen pun meminta kepada Effendi untuk gantle, mengakui kesalahannya, bukan malah mengarang cerita dan memutar balikkan fakta.

“Effendi juga malah memunculkan sosok Fifie dalam permasalahan ini. Saya tidak pernah mengenal kakak kandung Effendi itu. Yang terjadi sekarang, Fifie yang tidak terlibat sama sekali sejak awal kerjasama untuk mengelola Sangria, sekarang malah menggugat saya di PN Surabaya,” kata Ellen.

Atas permasalahan yang ia hadapi saat ini, Ellen pun menuntut keadilan. Dan Ellen tetap meminta supaya Effendi bertanggung jawab atas semua investasi yang sudah ia tanamkan untuk membuka Restauran Sangria.

Terpisah, kuasa hukum Effendi Yafeti Warowu mengatakan surat tertanggal 11 Mei 2023 tersebut adalah surat berkaitan dengan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus dibayarkan Effendi,” jelas Yafety Waruwu.

Dan PNBP tersebut, lanjut Yafety Waruwu, sudah disetujui Effendi dengan nilai Rp 450 juta untuk tiga tahun.

“Pembayaran PNBP sudah disepekati. Besarnya juga telah disepakati yaitu Rp 450 juta. Persetujuan nilai PNBP sebesar Rp. 450 juta untuk tiga tahun ini telah disetujui Menteri Keuangan melalui KPKLN Surabaya,” ungkap Yafety Waruwu.

Namun sayangnya, lanjut Yafety Waruwu, besaran PNBP yang akan dibayarkan Effendi Pudjihartono sebesar Rp. 450 juta untuk tiga tahun itu tidak diterima Kodam V/Brawijaya.

“Padahal sudah ada perjanjian antara Kodam V/Brawijaya dengan Effendi Pudjihartono dalam hal pemanfaatan aset beserta dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi kedua belah pihak,” jelas Yafety Waruwu.

Yafet menambahkan, dalam sebuah perjanjian kerjasama, apabila sudah disepakati bersama, maka kedua belah pihak haruslah menjalankan kesepakatan itu. Kalau ada pihak yang tidak sepakat, itu artinya perjanjian yang telah disepakati itu berlaku sepihak.

“Dan prosedur itu sudah dilakukan Effendi. Bagi Kodam V/Brawijaya berlaku tapi bagi Effendi tidak menganggap,” imbuh Yafety Waruwu.

Masih kata Yafeti, yang menjadi dasar Effendi tidak menganggap surat dari Kodam V/ Brawijaya adalah adanya MoU bulan September tahun 2017 bahwa digunakan pemanfaatan aset negara tersebut sampai tahun 2047 namun per periode lima tahun akan diperpanjang PNBP nya. (pay)

Related posts

Ahli Pidana Beri Penilaian Terhadap Penghentian Perkara Wakil Bupati Bojonegoro

redaksi

Dalam Pledoinya, Dua Bos Sipoa Pertanyakan Tidak Terlibatnya Yudi Hartanto Dan Ungkap Adanya Praktik Mafia Hukum

redaksi

Bandar Narkoba Lebih Memilih Bayar Rp 1 Miliar Daripada Jalani Hukuman 1 Tahun

redaksi