surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Majelis Hakim Tipikor Surabaya Menilai Bank Jatim Sesat Dan Lakukan Pembiaran

Komisaris dan Direktur PT. Semesta Eltrino Pura (SEP) yang menjadi terdakwa korupsi kredit macet Bank Jatim. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SIDOARJO (surabayaupdate) – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi yang menjadikan Henry Kusnohardjo dan Bram Kusnohardjo sebagai terdakwa kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Pada persidangan Selasa (6/2/2024) ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya, Putu Eka Wisniati, SH, menghadirkan dua orang saksi fakta dan seorang saksi ahli.

Dua saksi fakta itu bernama Hendry Pranata Sembiring, mantan Relationship Manager (RM) Bank Jatim dan Rika Agustina, Pimpinan Cabang Bank Jatim HR Muhammad.

Untuk memeriksa dan memutus perkara ini, Pengadilan Tipikor Surabaya menugaskan Hakim Darwanto, SH., MH sebagai hakim ketua dan hakim Fiktor Panjaitan, SH., MH serta hakim Alex Cahyono, SH., MH masing-masing sebagai hakim anggota.

Saksi ahli yang didatangkan penuntut umum pada persidangan ini adalah Prof. DR. Nur Basuki Minarno, SH., MH., seorang Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Ada hal menarik yang terjadi didalam persidangan. Kejadian menarik itu adalah saksi Hendry Pranata Sembiring yang ketika itu menjabat sebagai RM Bank Jatim hanya bisa terdiam dan tak mampu menjawab pertanyaan dua hakim anggota.

Lemahnya monitoring atau pengawasan fungsi perbankan, pembiaran, negara bisa hancur jika hal ini diteruskan sampai adanya penilaian sesat juga terucap dari majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini.

Empat penilaian buruk itu yang ditujukan kepada Bank Jatim ini terungkap ketika majelis hakim secara bergantian bertanya kepada saksi saksi Hendry Pranata Sembiring dan saksi Rika Agustina.

Banyak hal yang diterangkan saksi Hendry Pranata Sembiring dan saksi Rika Agustina pada persidangan ini.

Dari sekian banyak materi yang dijelaskan saksi Hendry Pranata Sembiring dan Rika Agustina ini, fungsi pengawasan atau monitoring menarik perhatian majelis hakim, khususnya hakim Fiktor Panjaitan dan hakim Alex Cahyono.

Berkaitan dengan fungsi pengawasan atau monitoring diperkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian modal kerja proyek pengadaan panel MVD, LVD, MCC, VVVF, SCP, LCP dan Capacitor Bank untuk proyek ICA Chemical Grade Alumina, di Tayan, Kalimantan Barat ini, hakim Fiktor Panjaitan bertanya tentang cessie.

“Apakah didalam cessie itu juga diatur hak dan kewajiban antara pemberi pekerjaan dengan debitur?,” tanya hakim Fiktor Panjaitan.

Menjawab pertanyaan hakim Fiktor Panjaitan ini, saksi Hendry Pranata Sembiring menjawab, secara detail tidak diatur.

Lebih lanjut saksi Hendry Pranata Sembiring menjelaskan bahwa didalam cessie itu hanya berisi tentang penegasan saja.

“Penegasan bahwa termin pembayaran dari proyek tersebut harus masuk ke rekening Bank Jatim selaku bank pemberi kredit,” jawab saksi Hendry Pranata Sembiring.

Hakim Fiktor Panjaitan kembali bertanya, bagaimana Bank Jatim melakukan pengawasan karena pembayaran itu harus masuk ke rekening Bank Jatim,” tanya Hakim Fiktor Panjaitan lagi.

Atas pertanyaan hakim Fiktor Panjaitan ini, saksi Hendry Pranata Sembiring menjawab, dari rekening booking office, Bank Jatim sudah melakukan pemblokiran.

“Kalau termin itu masuk, dia tidak akan bisa mengambil. Inilah cara Bank Jatim mengamankan termin,” papar saksi Hendry Pranata Sembiring.

Lalu, saksi Hendry Pranata Sembiring melanjutkan, pada faktanya pembayaran itu tidak masuk ke rekening Bank Jatim.

Menanggapi pernyataan saksi Hendry Pranata Sembiring ini, hakim Fiktor Panjaitan kembali bertanya tentang pengawasan Bank Jatim jika hal itu sampai terjadi.

Saksi Hendry Pranata Sembiring kemudian menjelaskan tentang adanya mitra kerja. Tentang mitra kerja ini, saksi Hendry Pranata Sembiring mengibaratkan debitur dengan Bank Jatim ini sebagai pasangan suami istri.

Bank Jatim sendiri, menurut pengakuan saksi Hendry Pranata Sembiring, selalu terbuka, begitu juga dengan debitur sebagai pemberi pekerjaan.

Hakim Fiktor Panjaitan masih terus bertanya kepada saksi Hendry Pranata Sembiring tentang fungsi pengawasan yang dilakukan Bank Jatim, mengingat penanda tanganan terjadi tanggal 30 April 2012, pencairan awal Mei 2012 dan pencairan itu terjadi dua kali yang besarnya Rp. 12,5 miliar dan Rp. 7,5 miliar, tenggang waktu awal 10 bulan.

Hendry Pranata Sembiring dan Rika Agustina saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

“Pertanyaannya, pergantian 10 bulan itu apakah bayar perbulan, atau dua kali setahun, atau tiga kali setahun? Adakah diperjanjikan dalam cessie?,” tanya hakim Fiktor Panjaitan.

Atas pertanyaan ini, saksi Hendry Pranata Sembiring menjawab, kalau di cessie tidak, namun hal itu akan tampak di kontrak, ada termin sekaligus. Hal itu untuk menentukan berapa plafon kredit yang akan dibiayai Bank Jatim.

“Mana kala termin itu turun, akan dilakukan pemotongan secara progresif, sesuai dengan termin yang turun,” jelas saksi Hendry Pranata Sembiring.

Kalau sekaligus, sambung saksi Hendry, harus lunas pembayaran kreditnya. Hal itu tertuang didalam kontrak perjanjian pemberian kredit.

Masih berkaitan dengan termin, hakim Fiktor Panjaitan kemudian bertanya tentang apakah saksi setelah mendapat berkas dari analis, apakah juga sudah melakukan verifikasi dan melakukan pengecekan kebenaran tentang kapan waktu pencairan termin pertamanya

Terkait pertanyaan hakim Fiktor ini, saksi Hendry Pranata Sembiring menjawab, bahwa ada sebuah form yang menjadi pegangan RM dan analis.

Manakala telah terjadi pencairan awal, menurut penjelasan saksi Hendry Pranata Sembiring, akan tampak.

Hakim Fiktor kembali melanjutkan pertanyaannya. Ketika berkas-berkas atau dokumen yang diajukan debitur, apakah bisa diketahui kapan termin pertama itu akan turun?

Saksi menjawab tidak akan kelihatan. Alasannya menurut saksi Hendry, bahwa proyek itu dalam perjalanannya ada spesifikasi yang berubah, sehingga memungkinkan pekerjaannya tidak selesai.

Terkait adanya perubahan spesifikasi sebagaimana dijelaskan saksi didalam persidangan, hakim Fiktor Panjaitan kemudian bertanya tentang ada atau tidaknya konfirmasi dari debitur ke kreditur atau Bank Jatim.

Meski telah memberikan alasannya sebagai jawaban atas pertanyaan majelis hakim ini, namun Hakim Fiktor Panjaitan tetap berpendapat bahwa Bank Jatim tetap tidak tahu padahal pencairan telah berlangsung hingga beberapa kali.

Hakim Fiktor Panjaitan kemudian bertanya kepada saksi Hendry Pranata Sembiring, mengapa bisa seperti itu.

“Lalu, siapa yang paling bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap pencairan termin yang hingga beberapa kali itu? Apakah RM ataukah menjadi tugas pimpinan cabang?,” tanya hakim Fiktor.

Yang membuat hakim Fiktor terheran-heran dan terus menanyakan tentang siapa yang seharusnya bertanggung jawab melakukan pengawasan atas pencairan termin itu karena setelah pengajuan kredit disetujui, kantor cabang kemudian mencairkan kredit.

Dan menurut penjelasan hakim Fiktor, begitu termin dicairkan sampai beberapa kali, bukan di rekening Bank Jatim sebagai debitur namun direkening beberapa bank seperti Danamon, Bank Mandiri, Bank NISP dan lain-lain. Hal inilah yang berusaha digali hakim Fiktor Panjaitan melalui saksi Hendry Pranata Sembiring.

Masalah siapa yang melakukan fungsi pengawasan terhadap pencairan termin sebagaimana yang terus ditanyakan hakim Fiktor Panjaitan membuat saksi Hendry Pranata Sembiring terdiam dan tidak bisa mengucapkan kata-kata.

Lama berfikir untuk memberikan jawaban, saksi Hendry Pranata Sembiring kemudian menjawab menjadi tanggung jawab pusat dan cabang.

Saksi Hendry Pranata Sembiring kembali terdiam ketika hakim Fiktor kembali bertanya, siapa orang pusat dan cabang yang dimaksud saksi Hendry tersebut.

“Diperkara ini, tidak ada yang melakukan monitoring atau pengawasan atas cairnya termin dan melakukan evaluasi atas pemberian kredit,” ungkap hakim Fiktor.

Tidak mendapatkan jawaban dari Hendry Pranata Sembiring, hakim Fiktor Panjaitan mengalihkan pertanyaannya tentang pengawasan itu kepada saksi Rika Agustina.

“Ketika terjadi pencairan termin, siapa pimpinan cabang Bank Jatim HR Muhammad pada tahun 2012?,” tanya hakim Fiktor.

Sebagai pimpinan cabang Bank Jatim HR Muhammad yang bertugas mulai Juli 2023, saksi Rika Agustina juga terdiam dan tidak bisa memberikan jawaban apa-apa.

Hendry Pranata Sembiring dalam persidangan ini juga ditanya hakim Alex Cahyono tentang berubahnya pembayaran termin pekerjaan yang kelima direkening Bank Jatim, padahal sebelumnya direkening bank lain

RM Bank Jatim dan Pimpinan Cabang Bank Jatim HR Muhammad Surabaya saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Dalam pertanyaannya kepada saksi Rika Agustina, hakim Alex Cahyono bertanya, setelah pencairan termin terjadi dibeberapa rekening lain, siapa yang bertugas melakukan monitoring.

“Ini kan sudah ada beda waktu sekian lama kok masih belum juga dibayar. Dari Bank Jatim apakah pernah menanyakan kepada PT. WIKA?,” tanya hakim Alex Cahyono.

Mengenai pencairan termin bisa masuk ke rekening bank lain bukan rekening Bank Jatim, menurut pengakuan saksi Hendry, hal itu tidak pernah ditanyakan.

Tentang ada atau tidaknya pemberitahuan dari PT. WIKA kepada Bank Jatim ketika hendak melakukan pembayaran, juga ditanyakan hakim Alex Cahyono kepada saksi Hendry Pranata Sembiring.

Lagi-lagi, saksi Hendry Pranata Sembiring hanya bisa terdiam, tidak bisa memberikan jawaban apapun kepada hakim Alex Cahyono.

“Bagian keuangan PT. WIKA juga mengatakan, setelah addendum, tidak ada komunikasi antara Bank Jatim dengan PT WIKA sehingga PT WIKA melakukan pembayaran sesuai permintaan debitur,” ulas hakim Alex.

Melihat saksi Hendry tidak bisa menjawab dan mengetahui adanya pembayaran termin ke rekening bank lain atas permintaan debitur, hakim Alex Cahyono sontak mengatakan bahwa Bank Jatim telah melakukan pembiaran.

Apalagi, menurut penjelasan hakim Alex dimuka persidangan, kegiatan pencairan termin melalui rekening bank lain itu terjadi berkali-kali sehingga jelas fungsi monitoring tidak jalan.

Hakim Alex Cahyono didalam persidangan juga menyebut, dengan kondisi seperti itu, hancur (sudah) negara jika seperti ini.

Didalam persidangan ini, Rika Agustina yang menjabat sebagai Pimpinan Cabang Bank Jatim HR Muhammad Surabaya juga mendapat nasehat dari hakim Darwanto.

Lebih lanjut hakim Darwanto bilang, sebagai pimpinan cabang tidak seharusnya melakukan hal seperti itu.

“Sebagai pimpinan cabang, policy-nya jangan seperti itu, harus profesional. Tidak ada memakai istilah suami istri. Harus profesional sebagai debitur, harus profesional sebagai pemberi kredit,” hardik hakim Darwanto kepada saksi Rika Agustina.

Menyesatkan itu, lanjut hakim Darwanto. Terjadilah banyak penyelewengan seperti yang terjadi saat ini. Ada yang dibawah tangan. Oleh karena itu, hakim Darwanto pun meminta kepada Rika Agustina supaya berhati-hati mengingat ini adalah uang negara.

Menanggapi kritikan yang dilontarkan majelis hakim dipersidangan itu, Jackson Sulangi, SH salah satu penasehat hukum terdakwa Bram Kusnohardjo selaku Komisaris PT. Semesta Eltrindo Pura (SEP) dan Henry Kusnohardjo selaku Direktur PT. SEP mengatakan bahwa secara jelas dan nyata, Bank Jatim tidak menjalankan fungsi pengawasan dengan baik dan benar.

“Bank Jatim terlihat sekali tidak melakukan fungsi monitoring dan pengawasan secara benar dalam hal pencairan termin,” ujar Jackson.

Karena fungsi monitoring itu tidak dijalankan, lanjut Jackson, kegiatan itu seperti sengaja dibiarkan sehingga perbuatan itu terjadi.

Jika fungsi monitoring ini dilaksanakan secara benar, lanjut Jackson, kemudian didapati adanya pengalihan pencairan termin pembayaran di tiga rekening yang berbeda dan bukan di rekening Bank Jatim.

Dengan adanya pengalihan pencairan termin pembayaran itu, menurut Jackson, sudah jelas bahwa telah ada perbuatan melawan hukum.

“Jika sejak awal Bank Jatim melaksanakan fungsi pengawasan maka bisa dipastikan bahwa pengalihan termin pembayaran ini tidak akan terjadi,” papar Jackson.

Karena Bank Jatim sendiri tidak menjalankan fungsi pengawasan, menurut Jackson, tidak salah jika majelis hakim juga menilai adanya penyesatan yang telah dilakukan Bank Jatim.

Pada persidangan ini, tim penasehat hukum terdakwa Bram Kusnohardjo dan Henry Kusnohardjo juga mendapati hal menarik dari pernyataan saksi ahli yang dihadirkan penuntut umum.

Menurut penjelasan Jackson, Prof Dr. Nur Basuki Minarno dalam keterangannya mengatakan bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum apabila sekalipun mungkin bertentangan dengan aturan, tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati, tapi kemudian hal itu disetujui, ahli mengatakan bahwa itu tidak ada masalah.

Yang dimaksud Jackson Sulangi ini adalah terkait pembayaran kredit PT. SEP yang seharusnya melalui termin pembayaran dari PT. WIKA ke rekening PT. SEP di Bank Jatim tidak dilakukan namun yang terjadi adalah adanya penyetoran pembayaran langsung yang dilakukan PT. SEP, namun diterima Bank Jatim sebesar Rp. 12,5 miliar.

Karena ada kredit macet maka Bank Jatim menganggap sisanya yang sebesar Rp. 7,5 miliar inilah yang bermasalah.

Dengan fakta-fakta yang ada, Jackson Sulangi juga menilai, bahwa perkara ini dan penetapan Bram Kusnohardjo serta Henry Kusnohardjo sebagai terdakwa nampak sekali dipaksakan. Mengapa? Meski terjadi kredit macet di tahun 2015, namun di tahun 2016 hingga 2023 masih ada pembayaran dan adanya agunan yang dilelang, namun tiba-tiba ada kebijakan untuk dilakukan addendum. (pay)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related posts

Kuasa Hukum Widowati Hartono Ungkap Asal Usul Tanah Yang Digugat Mulya Hadi

redaksi

Dosen Ubaya Jadi Saksi Ahli, Jabarkan Perbedaan Menuduh Dengan Mengumpat

redaksi

Hakim Praperadilan PN Surabaya Akhirnya Menolak Permohonan Hadi Santoso

redaksi