surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Merasa Di-Framing Media, Tak Diberi Kesempatan Membela Diri

Itong Isnaini Hidayat, hakim PN Surabaya non aktif yang terjerat kasus dugaan korupsi. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

KISAH HAKIM ITONG BERJUANG MENUNTUT KEADILAN

SURABAYA (surabayaupdate) – Setelah sekian lama merasa disudutkan oleh pemberitaan-pemberitaan dimedia massa tentang penangkapannya karena terjaring masalah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Itong Isnaini Hidayat akhirnya buka suara.

Menurut hakim non aktif yang bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ini, meluruskan sebuah fakta harus ia lakukan.

Begitu ada kesempatan melakukan hal itu, Itong Isnaini Hidayat langsung buka-bukaan tentang apa yang terjadi di perkara permohonan gugatan pembubaran PT. Soyu Giri Primedika yang dimohonkan Achmad Prihantoyo dan Abdul Majid Umar melalui kuasa hukumnya, RM. Hendro Kasiono yang turut sebagai tersangka hingga akhirnya menjadi terdakwa dan diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Dalam pertemuannya dengan beberapa media didalam ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya karena menunggu antrian untuk disidangkan, Itong Isnaini Hidayat menjelaskan banyak hal.

Hal pertama yang ia ungkapkan adalah kesedihannya atas pemberitaan dimedia massa yang begitu gencar, pasca penangkapan dirinya setelah Panitera Pengganti Mohammad Hamdan dan Advokat RM Hendro Kasiono ditangkap KPK di Surabaya beberapa waktu lalu.

Menurut Itong Isnaini Hidayat, framming yang dilakukan kepada dirinya melalui media itu sangat luar biasa hebat. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Itong tidak bisa memberikan klarifikasi, menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, karena ia telah ditahan KPK dan harus menjalani proses penyidikan dan menunggu perkaranya disidangkan.

Lebih lanjut Itong mengatakan, bahwa pemberitaan-pemberitaan kepadanya, tidak berimbang, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.

“Tidak ada berita yang berimbang. Setiap saksi yang diperiksa, selalu dikait-kaitkan dengan saya. Seperti perkara Hakim Dede Suryaman, Hakim Fadjarisman, Hakim Emma, sama sekali tidak ada hubungannya dengan saya,” kata Itong, Jumat (22/7/2022).

Itu, lanjut Itong, perkara-perkara mereka sendiri dengan Hamdan. Namun, media menulis bahwa perkara-perkara para hakim itu ada hubungannya dengan saya.

Masih menurut Itong, saat masih bertugas sebagai hakim di PN Surabaya, ia mengaku tidak pernah satu majelis dengan Hakim Fadjarisman, Hakim Emma dan Hakim Dede Suryaman.

Untuk perkara tindak pidana korupsi (tipikor), sambung Itong, tidak pernah satu majelis dengan ketiga hakim tersebut.

“Karena saya bukan hakim Tipikor. Yang saya rasakan saat ini, saya seperti dicokot Hamdan kemudian diframming KPK dan media begitu rupa dan begitu hebatnya, tanpa ada kesempatan untuk melakukan pembelaan diri,” jelas Itong.

Oleh karena itu, lanjut Itong, saya harus berjuang sekuat tenaga seorang diri untuk menghilangkan framing-framing itu, serta membersihkan nama baik saya.

Untuk perkara pembubaran PT. Soyu Giri Primedika (SGP), terdakwa Itong Isnaini Hidayat pun angkat bicara.

Lebih lanjut Itong menjelaskan, bahwa konsep perkara pembubaran PT. SGP itu salah kaprah dan membingungkan.

“Waktu itu, kepada Hamdan, saya katakan bahwa untuk pembubaran PT. SGP itu bukan gugatan. Pembubaran perseroan terbatas harus menggunakan permohonan,” kata Itong, mengutip pernyataannya kepada Hamdan saat itu.

Namun, apa yang disampaikan Itong ini dibantah Hamdan. Menurut Hamdan kepada Itong, di PN Surabaya pernah terjadi, perkara pembubaran perseroan terbatas menggunakan gugatan, bukan permohonan.

Karena Hamdan masih terus ngeyel, Itong pun menjelaskan, dalam UU Perseroan Terbatas, berdasarkan pasal 146, pembubaran perseroan terbatas yang menggunakan permohonan.

“Saya kemudian mengirimkan faktanya ke Hamdan melalui WA tentang dasar hukum pembubaran perseroan terbatas,” terang Itong.

Dan yang Itong kirim ke WA Hamdan termasuk link google yang menerangkan tentang dasar hukum pembubaran perseroan terbatas.

Setelah Itong ditunjuk sebagai hakim yang memeriksa dan memutus perkara gugatan permohonan pembubaran PT. SGP, Itong pun melihat berkas perkara yang diajukan kepadanya.

Diberkas perkara yang diterima Itong saat itu berbunyi permohonan namun bentuknya gugatan karena ada lawannya.

“Jadi kalau dibilang bahwa saya yang membuat konsep dan konsep itu saya berikan ke Hamdan lalu diteruskan ke Hendro Kasiono, itu tidak mungkin, karena sejak awal saya sudah katakan bahwa perkara pembubaran PT. SGP itu harus dalam bentuk permohonan, bukan gugatan,” ungkap Itong.

Yang kedua dirasa janggal dari berkas perkara pembubaran PT. SGP itu adalah konsep yang dibuat campur aduk, berbentuk permohonan namun isinya gugatan karena ada pihak lain sebagai lawannya.

Menurut Itong, bentuk seperti ini adalah sengketa. Yang membedakan, kalau permohonan itu lurus, volunter satu arah sedangkan gugatan ada sengketa antara penggugat dan tergugat.

Dan diperkara pembubaran PT. SGP itu ada pemohon dan termohon. Itong sendiri tidak mengetahui darimana konsep seperti itu.

“Masalah pembubaran PT. SGP ini sebenarnya sudah rancu dan membingungkan dengan adanya pemohon dan termohon sebagai pihaknya,” terang Itong.

Berkas perkara yang Itong terima untuk disidangkan ini menurut Itong sudah tidak benar secara konsep, tidak seperti yang ia kirimkan ke Hamdan melalui pesan WhatsApp.

Oleh karena itu, Itong pun mempertanyakan konsep yang disampaikan Hamdan ke RM Hendro Kasiono yang berupa oret-oretan. Dan Itong pun tidak tahu konsep seperti itu darimana. Dan Itong membatah jika itu adalah tulisan atau konsep darinya.

Itong Isnaini Hidayat dengan didampingi penasehat hukumnya dan dikawal petugas KPK, akan memasuki ruang persidangan. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Itong bahkan pernah meminta konsep pembubaran perseroan terbatas yang katanya darinya. Itong pun ingin mengetahui, apakah konsep itu berupa tulisan tangan atau diketik. Namun, konsep itu hingga kini tak juga diberikan kepadanya.

Mengenai pembubaran perseroan terbatas, Itong mengaku pernah membuat sebuah makalah di Bandung yang berkaitan dengan pembubaran perseroan terbatas.

Dalam makalahnya itu, Itong juga menerangkan kepada Hamdan, bahwa disitu ada format mengajukan permohonan.

Itong kembali menjelaskan, bahwa makalah itu sudah ia coret-coret. Kalau Hamdan mau, makalah yang sudah dicoret-coret ini akan diberikan untuk Hamdan pelajari. Namun Itong belum memberikannya.

“Permohonan itu ya satu arah saja. Dan permohonan itu volunter, orang memohon tidak menggugat, tidak ada lawan,” jelas Itong.

Jika ada lawan, lanjut Itong, itu namanya kontensius sengketa. Sedangkan yang dimohonkan dipengadilan itu konsepnya sengketa.

Karena konsepnya sengketa, maka Itong membantah jika permohonan yang diajukan Achmad Prihantoyo dan Ahmad Majid Umar melalui RM Hendro Kasiono sebagai kuasa hukumnya, bukanlah konsep dari Itong Isnaini Hidayat.

“Sejak awal saya sudah bilang, itu permohonan. Dan yang namanya permohonan itu satu arah, saya mohon…Dan model yang diajukan ke saya adalah sengketa, karena ada lawannya, ada pemohon dan ada termohon,” ujar Itong.

Itong kembali menegaskan, dalam penulisan draft, itu sudah baku. Jika gugatan ada lawannya namun untuk permohonan tidak ada lawan.

Namun yang terjadi, menurut Itong, saat ia menerima berkas yang akan ia sidangkan, terasa aneh. Itong pun menjabarkan, bahwa berkas perkara yang ia terima adalah model permohonan namun ada lawannya.

Sebagai seorang hakim, Itong menandaskan, bahwa tidak boleh menolak perkara yang sudah ia terima, jadi perkara itu harus diperiksa.

Itong kembali menegaskan, dalam aturannya, seorang hakim tidak diperbolehkan menghentikan permohonan ditengah jalan, walaupun hakim itu mengetahui secara konseptual, berkas perkara yang akan ia sidangkan itu sudah salah.

Sebagai seorang hakim, Itong tidak sependapat dengan KPK yang menyatakan bahwa dalam permohonan pembubaran PT. Soyu Giri Primedika itu tidak mempunyai legal standing.

Lebih lanjut Itong menerangkan, jika mengacu pada Undang-Undang Perseroan Terbatas pada pasal 146 UU PT dinyatakan, yang mempunyai legal standing adalah jaksa apabila ditemukan pelanggaran hukum berdasarkan undang-undang yang dilakukan perseroan terbatas.

“Yang kedua pihak yang berkepentingan terhadap perseroan terbatas tersebut. Dan yang ketiga adalah direksi atau direktur serta dewan komisaris, apabila perseroan terbatas tidak bisa berjalan,” urai Itong.

Itong melanjutkan, didalam pemeriksaan, para pemohon yang mengajukan pembubaran perseroan terbatas Soyu Giri Primedika, masih berkedudukan sebagai direktur, namun mereka bukan sebagai pemegang saham.

“Ketika pemeriksaan dilakukan lebih lanjut, ternyata permohonan ini tidak memenuhi syarat undang-undang, sebagaimana diisyaratkan dalam undang-undang perseroan terbatas,” kata Itong.

Melihat fakta itu, Itong mengaku, pada akhirnya akan menolak permohonan pembubaran PT. SGP ini. Namun, Itong tidak mengerti, mengapa Hamdan beranggapan bahwa permohonan pembubaran PT. SGP ini akan diterima atau dikabulkan.

“Andaikata KPK tidak menangkap saya, maka permohonan ini akan saya tolak dalam putusan, karena tidak ada dasar hukumnya,” kata Itong.

Menurut pertimbangan Itong akan menolak pembubaran perseroan terbatas itu, karena PT. SGP masih aktif, masih berjalan.

“Saya gak mungkin memberitahu atau menerangkan ke Hamdan bahwa saya akan menolak permohonan tersebut,” tandasnya.

Itong kembali menerangkan, bahwa draft penolakan itu sudah ia buat dan pertimbangan menolak sudah ditulis dalam draft tersebut tinggal membuat pertimbangan hukumnya saja.

Terkait dengan bertemu dengan para pihak ketika perkara ini sedang berjalan, Itong pun bercerita, bahwa pernah suatu ketika ia memasuki ruang mediasi.

Saat Itong memasuki ruang mediasi itulah, Itong melihat beberapa orang dan Itong berfikir bahwa ini adalah pihak-pihak yang akan bermediasi.

“Ternyata mereka itu dari pihak termohon dalam perkara pembubaran PT. SGP. Salah satu diantara mereka akhirnya saya ketahui namanya Jerry,” kata Itong.

Kepada orang itu Itong kemudian mengatakan, jika mereka mempunyai bukti kuat, tidak usah minta dibantu, maka permohonan tersebut pastinya akan ditolak.

Usai bertemu dengan pihak termohon tersebut, Itong kemudian memanggil Hamdan. Kepada Hamdan, Itong menegur Hamdan supaya tidak berbuat seperti itu.

“Hamdan, kamu jangan seperti itu. Ini kan acara mediasi, jangan memasukkan orang seperti tadi. Dan ini adalah inisiatif Hamdan,” ungkap Itong.

Menurut Hamdan, lanjut Itong, orang-orang itu, termasuk kuasa hukum termohon, mengaku sebagai teman saya sehingga dipertemukan diruang mediasi.

Seiring dengan berjalannya waktu, sebelum ia ditangkap KPK, Itong baru menyadari bahwa orang yang masuk dan bertemu dengannya diruang mediasi waktu itu adalah pengacara dari pihak termohon.

Itong Isnaini Hidayat dan tim penasehat hukumnya, saat persidangan. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Selain menerangkan tentang konsep berkas perkara yang salah, Itong juga menerangkan tentang kejanggalan-kejanggalan penangkapannya.

Kejanggalan pertama yang diungkap Itong adalah berkaitan dengan adanya uang sebesar Rp. 260 juta yang katanya diserahkan Hamdan kepadanya untuk diberikan ke Wakil Ketua PN Surabaya.

Terkait uang ini, Itong pun menjelaskan, bahwa permintaan uang itu tidak pernah ia lakukan. Itong pun menegaskan, bahwa ada yang berbohong dengan meminta uang sebanyak itu.

Begitu pula terhadap perkara Darmaji yang katanya ada penyerahan uang sebesar Rp.50 juta dengan harapan dirinya ditunjuk sebagai majelis hakim, Itong mengaku tidak mengetahuinya dan tidak pernah meminta uang sebanyak itu.

“Ternyata majelis hakim yang ditunjuk adalah saya. Kemudian saya bertanya ke Hamdan terkait hal itu,” paparnya.

Hamdan, lanjut Itong, akhirnya mengaku bahwa ia yang mengurusnya ke panitera Joko dan paniteralah yang mengutusnya ke Ketua PN Surabaya.

Terhadap perkara permohonan pembubaran PT. SGP ini, Itong menerangkan bahwa yang berpola adalah RM Hendro Kasiono sebagai kuasa hukum Achmad Prihantoyo dan Abdul Majid Umar sebagai pemohon dikomunikasikan ke Hamdan. Ketika kedua orang ini ditangkap KPK, maka permasalahan ini dikaitkan kepada dirinya.

Itong hingga saat ini mengaku terheran-heran, mengapa dirinya ikut ditangkap kemudian dijadikan tersangka hingga akhirnya diadili.

Menurut Itong, hingga saat ini, KPK tidak mempunyai alat bukti apapun. Yang menjadi dasar KPK menjadikannya sebagai tersangka adalah adanya keterangan dari Hamdan seorang, tidak ada pengakuan dari orang lain.

Tentang wa yang pernah ia kirim ke Hamdan, Itong kembali bercerita, bahwa wa itu berisi syarat-syarat pembubaran perseroan terbatas dan undang-undangnya, karena Hamdan bersikukuh bahwa ini adalah permohonan.

“Oleh KPK, saya dianggap melakukan koordinasi dengan Hamdan, padahal saya memberikan dasar hukumnya karena Hamdan tetap ngeyel,” papar Itong.

Itong pun menerangkan, wa yang ia kirim ke Hamdan itu sama halnya ketika ada orang bertanya tentang suatu perkara namun masih ngeyel. Dan wa itu Itong kirimkan jauh-jauh hari sebelum permohonan itu diajukan.

Dalam pengakuannya, Itong mengirimkan wa ke Hamdan karena Hamdan terus saja berargumen, bahwa selama ini disini menggunakan gugatan.

Tentang penangkapan yang dilakukan KPK kepadanya, Itong pun bercerita, bahwa tidak ada barang bukti uang yang didapat KPK darinya.

Menurut cerita Itong, sore hari ketika Hamdan ditangkap KPK, ia masih bersidang. Usai sidang, Itong pun keluar dari PN Surabaya dan tidak terjadi apa-apa.

“Pagi hari ketika saya ditangkap saya sempat bertanya ada apa. Begitu juga saat saya dibawa ke Polsek Genteng, saya sempat bertemu Hendro Kasiono dan menanyakan ada apa. Belum mendapat jawaban apapun, saya kemudian ditarik salah satu petugas KPK dan tidak diperbolehkan berbicara dengan siapapun,” cerita Itong.

Itong kemudian membuka isi surat dakwaan yang dituduhkan kepadanya telah menerima uang Rp. 460 juta. Menurut Itong, apa yang tertuang dalam surat dakwaan itu terlalu dibuat-buat dan sengaja dikait-kaitkan.

Itong pun mencontohkan, tentang uang Rp. 50 juta yang diberikan Darmaji supaya Itong dipilih sebagai hakimnya. Masalah penunjukan hakim ini diuruskan sampai ke Ketua PN.

Kemudian adanya uang dari Dodi Wahyono yang diserahkan ke Hamdan untuk diberikan kepada Itong supaya ditunjuk sebagai majelis hakimnya. Menurut Itong, mengapa semua itu dibebankan kepadanya, padahal semua itu tidak pernah ia lakukan.

Hal lain yang diceritakan Itong adalah berkaitan dengan namanya yang dipilih sebagai hakim yang akan menyidangkan perkara permohonan pembubaran PT. SGP.

Menurut pengakuan Itong, jauh sebelum berkas permohonan sampai kepadanya, Itong mengaku tidak tahu, bahwa hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut adalah dirinya.

Itong pun menduga, bahwa ia dijadikan hakim pemeriksa dan pemutus perkara pembubaran PT. SGP adalah atas permintaan Hamdan sendiri ke Maligia Yusup Pungkasan alias Pungki.

Selama menjadi hakim di PN Surabaya, Itong mengaku tidak pernah meminta-minta supaya ditunjuk sebagai hakim pemeriksa dan pemutus suatu perkara.

Meski Ketua PN Surabaya dan Wakilnya saat ini masih satu angkatan dengannya, Itong mempunyai prinsip malu jika nanti permohonan atau permintaan sebagai seorang hakim tersebut ditolak pimpinan. Itong mengaku tidak dapat membayangkan betapa malunya ia jika keinginannya tersebut ditolak pimpinan.

Itong juga menerangkan, yang ia tahu selama menjadi hakim di PN Surabaya, melalui Hamdan, permintaan-permintaan seperti penunjukan hakim, penunjukan majelis hakim, bisa dilakukan.

Hamdan yang akan berkoordinasi dengan Panitera. Semua permintaan itu akan diurus Panitera Muda (Panmud) Perdata dan Panmud inilah yang akan meminta baik ke Ketua PN untuk perkara gugatan maupun Wakil Ketua PN untuk perkara permohonan.

Karena ingin membuktikan bagaimana kinerjanya sebagai seorang hakim yang bertugas di PN Surabaya, Itong pun berencana mendatangkan panitera pengganti lainnya yang pernah bersidang bersamanya, bagaimana seorang Itong ketika memimpin persidangan.

Pun kepada sesama hakim lain yang pernah bersidang dengannya. Itong berharap sesama hakim itu akan menjelaskan, apakah dirinya pernah meminta-minta uang kepada para pihak, sebagaimana dituduhkan kepadanya.

Itong kini tinggal menunggu keadilan untuk dirinya. Sebab, dalam perkara ini, menurut Itong, semua dikaitkan dengan dirinya padahal sama sekali tidak ada kaitannya.

Dan juga pengacara-pengacara yang tidak ada kaitannya dengan Itong, tetap dikaitkan dengan dirinya. Menurut Itong, satu-satunya berkaitan dengan dirinya hanya keterangan Hamdan saja.

Itong kembali berargumen, secara hukum, kalau hanya satu saksi maka tidak bisa dikatakan saksi atau biasa disebut unus testis nullus testis.

Sementara keterangan RM. Hendro Kasiono yang dibilang sebagai pihak pemberi uang, menurut Itong, tidak pernah bertemu dengan dirinya. Dan Itong pun mengaku, juga tidak pernah komunikasi dengan RM. Hendro Kasiono. (pay)

Related posts

Sabhara Polrestabes Surabaya Amankan 700 Botol Miras Jelang Pilkada Kota Surabaya

redaksi

Yusril Tidak Percaya Dengan Keaslian Notulen Perjanjian Perdamaian Yang Dibawa Wefan

redaksi

Banyak Kejanggalan, Candra Hartono Akan Laporkan Balik Agung Widodo Ke Polisi

redaksi