surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Didebat Masalah Dokumen Elektronik, Ahli Perdata Tegaskan Terdakwa Liliana Herawati Telah Mengundurkan Diri

Terdakwa Liliana Herawati keluar dari ruang sidang. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Perdebatan masih mewarnai persidangan dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu pada akta otentik di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Seorang ahli pidana yang didatangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terlibat perdebatan dengan salah satu pembela terdakwa Liliana Herawati dipersidangan, Selasa (11/7/2023).

Junior Gregorius, salah satu tim pembela terdakwa Liliana Herawati langsung mendebat Dr. Ghansham Anand, SH., MKn seorang ahli perdata yang didatangkan penuntut umum pada persidangan ini.

Penasehat hukum terdakwa yang juga pakar hukum pidana ini menilai bahwa Ghansham Anand telah masuk ke ranah pidana.

Sama halnya dengan persidangan sebelumnya mulai dari menghadirkan saksi fakta sampai ahli bahasa yang didatangkan penuntut umum, Junior Gregorius juga terlihat beberapa kali menghentikan ahli yang hendak menjabarkan analisa hukumnya.

Bukan hanya itu, penjelasan Junior Gregorius juga terlihat beberapa kali sampai dikoreksi Ghansham Anand karena tidak benar dan harus diluruskan.

Apa saja yang dikoreksi Ghansham Anand dari penjelasan Junior Gregorius itu? Tercatat ada dua hal pernyataan Junior Gregorius yang dikoreksi Ghansham Anand.

Pertama mengenai yayasan adalah milik perseorangan, yang kedua mengenai kuasa yang diberikan minimal harus diberikan kepada dua orang.

Dipersidangan, penasehat hukum terdakwa juga terlihat tidak sependapat dengan penjelasan hukum yang disampaikan pakar hukum perdata dari Universitas Airlangga (Unair) ini.

Diawal persidangan, dosen Fakultas Hukum Unair itu diminta penuntut umum untuk menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan perkumpulan dan aturan-aturan yang mendasari pendirian perkumpulan

Menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dr. Ghansam Anand, SH., M.Kn mengatakan bahwa aturan tentang pendirian perkumpulan belum diatur secara khusus di Indonesia.

Aturan tentang perkumpulan masih tersebar didalam banyak peraturan. Untuk dasar hukum berdirinya perkumpulan, ahli perdata ini menjelaskan, bahwa secara umum aturan mengenai pendirian perkumpulan itu diatur dalam ketentuan Buku III BW Bab IX pasal 1653 sampai pasal 1665.

Berkaitan dengan pendirian perkumpulan, Ghansham Anand juga menjelaskan bahwa pendirian perkumpulan juga bisa dilihat di staatsblad 1870 nomor 64, staatsblad 1939 nomor 570 serta Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) nomor 3 tahun tahun 2018 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perundang-Undangan Dasar Perkumpulan.

Masih berkaitan dengan pendirian perkumpulan, Ghansham Anand juga menyebutkan, bahwa hal itu juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 10 tahun 2019 serta masih ada beberapa peraturan yang lain.

“Tentang definisi perkumpulan, kita bisa temukan dalam pasal 1 angka (1) Permenkum HAM nomor 3 tahun 2016,” ujar Ghansham, Selasa (11/7/2023).

Menurut Permenkum HAM nomor 3 ini, lanjut Ghansham, perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang, didirikan untuk menyatukan persamaan maksud dan tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, kemanusiaan dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya.

Lalu, organ-organ apa saja yang ada di perkumpulan? Ahli Perdata ini kembali menjawab, bahwa dalam BW tidak dijelaskan secara rinci tentang organ-organ yang ada di perkumpulan.

“Tetapi, didalam proses pendaftaran sebagaimana dicantumkan dalam Permenkum HAM nomor 3 tahun 2016, organ perkumpulan ada yang disebut dengan pengurus, ada yang disebut dengan pengawas,” papar Ghansham.

Berdasarkan kesepakatan para anggota, lanjut Ghansham, berarti juga dimungkinkan untuk dibentuk organ lain seperti pembina, penasehat, karena perkumpulan itu berbasis AD/ART.

Pada persidangan ini, Jaksa Darwis yang ditunjuk sebagai JPU bertanya ke ahli mengenai syarat-syarat berdirinya perkumpulan.

Untuk mengetahui syarat-syarat berdirinya perkumpulan, ahli perdata ini menjawab, bisa ditelusuri di Permenkum HAM nomor 3 tahun 2016 yang mengatur tentang prosedur pendirian dan pengesahan perkumpulan sebagai status badan hukum.

“Mengacu pada Permenkum HAM nomor 3 tahun 2016, untuk mendirikan sebuah perkumpulan yang berbadan hukum, tentunya harus dibuat akta pendirian,” ungkap Ghansham.

Dr. Ghansham Anand, SH., MKn pakar hukum perdata Unair yang dihadirkan dipersidangan Liliana Herawati. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Yang kedua, sambung Ghamsham, perlu diajukan nama perkumpulan, lalu dibuatlah akta itu, baru setelah itu dilakukan pendaftaran lalu terbitlah surat keputusan Menteri Hukum dan HAM atas berdirinya perkumpulan itu berbadan hukum.

Mengenai nama perkumpulan, ahli juga menerangkan bahwa nama perkumpulan yang diajukan tidak boleh sama. Setelah disetujui, maka ada pengisian permohonan pengesahan pendirian dengan mengisi form pendirian.

Setelah menjelaskan tentang permohonan pengajuan pendirian dan organ perkumpulan, ahli juga diminta untuk menjelaskan bagaimana prosedur pengangkatan dan pemberhentian organ-organ perkumpulan.

Lebih Dosen Fakultas Hukum Unair untuk mata kuliah Hukum Perikatan ini menjelaskan, hal itu bisa dilihat dalam ketentuan pasal 1359.

“Jika dalam akta pendirian, perjanjian-perjanjian, masing-masing anggota mempunyai hak yang sama. Didalam pasal 1662, pasal 1663 juga diatur masalah perkumpulan,” imbuh Ghansham.

Dalam BW, Permenkum HAM nomor 3 tahun 2016, Ghansham kembali mengatakan, tidak diatur secara jelas mengenai masalah pemberhentian.

Berkaitan dengan syarat-syarat pemberhentian anggota perkumpulan, ahli perdata Unair ini mengatakan, hal itu diserahkan kepada perkumpulan.

“Secara normatif, tidak ada dasar hukumnya mengenai pemberhentian anggota didalam perkumpulan. Lalu bagaimana prosedurnya? Kita lihat hal itu di Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah Tangga (ART) Perkumpulan,” terang Ghansham.

Ahli juga diminta untuk menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan pernyataan. Menanggapi pertanyaan penuntut umum ini, ahli menjawab bahwa pernyataan adalah penyampaian seseorang, baik dilakukan secara lisan maupun tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta otentik, maupun penyampaian secara elektronik yang berisi pernyataan atau keterangan suatu peristiwa atau perbuatan hukum tertentu.

Usai menanyakan tentang pengertian pernyataan, penuntut umum menunjukkan kepada ahli perdata mengenai sebuah dokumen.

Terkait dokumen itu, ahli diminta untuk menilai, apakah dokumen itu berisi tentang pernyataan atau tidak. Dan, dokumen yang ditunjukkan kepada ahli tersebut adalah notulen rapat tanggal 7 Nopember 2019.

Dalam penjelasannya dimuka majelis hakim, penuntut umum menunjukkan surat yang berisi notulen rapat tanggal 7 Nopember 2019 yang berisi tentang daftar peserta rapat, hasil keputusan rapat 2:5, dan ada dua sesi rapat yang dilaksanakan.

Penuntut umum dalam penjelasannya juga mengatakan bahwa di putaran kedua, ada pendapat dari para peserta rapat tiga berbanding empat.

Banyak hal yang dijelaskan penuntut umum kepada ahli mulai adanya penjelasan mengundurkan diri salah satu anggota sebagai pendiri perkumpulan, adanya tindak lanjut yang berupa percakapan WhatsApp antara dua orang yang ada di surat itu.

“Isi daripada percakapan WhatsApp itu adalah mempertimbangkan apa yang ada dalam surat itu, menginginkan adanya perubahan nama perkumpulan, melaksanakan apa yang ada di putaran kedua,” ujar penuntut umum kepada ahli.

Setelah peristiwa ini, lanjut penuntut umum, ada kunjungan ke rumah salah satu pihak untuk menanyakan hasil dari notulen rapat tadi.

“Orang itu tetap menyampaikan seperti yang dijelaskan dalam notulen rapat tanggal 7 Nopember 2019 tersebut. Lalu, selain dibuatkan notulen rapat, hasilnya juga dituangkan kedalam akta. Itu ilustrasinya,” papar penuntut umum.

Berdasarkan surat yang kami perlihatkan didepan, sambung penuntut umum, apakah rangkaian peristiwa yang sudah diperlihatkan, bisa dipersamakan sebagai bentuk suatu pernyataan?

Dalam penjelasannya, ahli mengatakan, jika melihat dua bukti tadi yaitu adanya notulen rapat dan percakapan WhatsApp apalagi setelah dikonfirmasi, apa yang dijelaskan baik yang tertuang di notulen rapat dan yang dijelaskan media elektronik, adalah bentuk pernyataan.

“Jelas itu adalah bentuk pernyataan. Sebagaimana yang kita pahami, pernyataan itu dapat dinyatakan secara lisan, pernyataan juga bisa dinyatakan secara tertulis, baik dilakukan dalam akta dibawah tangan maupun akta otentik, ataupun dalam media elektronik. Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 yang menyatakan pernyataan dimedia sosial diakui sebagai alat bukti,” kata ahli.

Lalu, apa maksud seseorang membuat suatu pernyataan? Ahli pun menjelaskan, bahwa pernyataan itu bisa merupakan pengakuan, bisa pula merupakan keterangan, bisa pula pernyataan itu sebagai bentuk bantahan atau penyangkalan.

Didalam persidangan, ahli perdata terlihat mengklarifikasi pernyataan Gregorius.

Ahli Hukum Perdata yang didatangkan JPU pada persidangan Liliana Herawati. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Salah satu pembela terdakwa Liliana Herawati dipersidangan ini menyebutkan bahwa Liliana Herawati adalah salah satu pemilik yayasan.

Kepada Gregorius, ahli perdata menyatakan bahwa yayasan bukanlah milik perorangan. Setelah mendapat sanggahan dari ahli, Gregorius meralat pernyataannya dan melanjutkan apa yang hendak ia tanyakan ke Ghansham Anand sebagai ahli perdata.

Selain mengkoreksi penjelasan salah satu penasehat hukum terdakwa mengenai yayasan milik seseorang, didepan persidangan ahli juga menyebutkan bahwa ia belum pernah tahu bahwa ada aturan yang menyebutkan kuasa itu minimal dua.

Apa yang disampaikan ahli ini, karena penasehat hukum terdakwa menyatakan bahwa, menurut aturan yayasan, jika yang memberi kuasa dalam hal ini Liliana Herawati sebagai ketua yayasan berhalangan maka yang diberi kuasa harus dua orang, tidak boleh hanya satu orang. Dan dua orang yang diberi kuasa itu harus bersama-sama.

Mengenai pemberian kuasa ini, ahli menjelaskan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1735 dan pasal 1796, juga dalam pasal 123 ayat (1) HIR begitu juga yang tercantum dalam syarat-syarat penghadap sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, tidak pernah ada pemberian kuasa itu minimal dua.

Mendengar penjelasan ahli ini, Gregorius pun bertanya ke ahli apakah ahli mengerti Bahasa Belanda, sehingga akan mendiskusikan pasal-pasal yang telah disebutkan ahli.

“Saya tidak bisa Bahasa Belanda. Jika mau berdiskusi, bisa kita lakukan diluar,” tandas ahli menjawab pertanyaan salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati sambil tersenyum.

Dalam persidangan, ahli perdata dan Junior Gregorius, salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati terlibat perdebatan sengit.

Perdebatan itu diawali dengan pertanyaan yang dilontarkan kepada ahli mengenai pernyataan terdakwa Liliana Herawati mengundurkan diri dari perkumpulan, kemudian adanya pernyataan supaya perkumpulan diganti namanya.

“Bapak kemudian bertanya kepada saya, apakah syarat pernyataan ini. Secara tegas saya mengatakan, bahwa pernyataan itu berdiri sendiri,” tegas ahli.

Syarat pengunduran diri, lanjut ahli, tidak bergantung pada pergantian nama perkumpulan. Jadi menurut saya, makna, hakekat, yang menyatakan bahwa nama perkumpulan diganti kemudian Liliana Herawati mengundurkan diri, ini bukan bersyarat.

“Kalau memang bersyarat, seyogyanya yang dituangkan itu berbunyi dengan ketentuan, dengan syarat, dengan klausul sehingga pernyataan ini tidak bisa disebut bersyarat tunda atau syarat lain,” tandas ahli.

Ahli kemudian menyebutkan pasal-pasal yang berisi tentang syarat tunda, seperti pasal 1263 dan pasal 1283 yang mengatur mengenai syarat tunda, menunda lahirnya kewajiban atau perikatan sampai terbentuknya syarat-syarat tertentu.

Dalam persidangan, ahli pun menegaskan bahwa terkait pengunduran diri terdakwa Liliana Herawati dari perkumpulan dan adanya perubahan nama yayasan adalah dua hal yang berbeda. Dan pengunduran diri itu tidak menggunakan syarat yang tepat.

Setelah mendengar penjelasan ahli perdata ini, Gregorius mengatakan bahwa apa yang diucapkan ahli perdata dimuka persidangan berbeda dengan penjelasan ahli yang lain.

“Artinya, disatu sisi anda menyatakan tidak melihat adanya pernyataan pengunduran diri Liliana Herawati di notulen itu namun di sisi lain ahli mengatakan bahwa itu berdiri sendiri,” protes Gregorius.

Setelah mendapat penjelasan ini, ahli kemudian menjelaskan tentang bagaimana kekuatan pembuktian akta otentik.

Ahli pun menjelaskan, setelah ditunjukkan adanya akta perubahan tahun 2020 kemudian menindak lanjuti adanya notulen rapat tanggal 7 Nopember 2019, lalu adanya percakapan di WhatsApp lalu terjadi perubahan anggaran dasar dan adanya perubahan organ susunan pengurus, maka berdasarkan bukti-bukti ini serta adanya akta otentik yang mempunyai pembuktian yang sempurna, maka bahwa memang benar Liliana Herawati telah mengundurkan diri.

“Kalau memang, perubahan ini tidak sah dan tidak tepat, silahkan melakukan gugatan pembatalan terhadap perubahan anggaran dasar itu,” ujar ahli.

Mendengar penjelasan ahli itu, Gregorius kembali mengatakan bahwa ahli tidak menguasai adanya akta nomer 17 yang telah ditunjukkan didepan majelis hakim.

Ketika ahli menyinggung kembali isi notulen, adanya percakapan WhatsApp yang menurut penjelasan ahli tidak bersyarat, kemudian ketika ahli mengingatkan kembali perihal akta perubahan, tiba-tiba Gregorius menyatakan cukup, meminta ahli tidak meneruskan penjelasannya.

Terdakwa Liliana Herawati dan tim pembelanya dipersidangan. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Gregorius kemudian menyinggung pasal 13 ayat (4) anggaran dasar perkumpulan yang telah diperlihatkan kepada ahli.

Menanggapi adanya pasal 13 ayat (4) anggaran dasar ini, ahli menjelaskan bahwa ia tidak pernah ditunjukkan ketentuan mengenai syarat pasal 13 tersebut.

Setelah sempat berdebat sejenak, ahli pun menegaskan bahwa kalaupun benar mengundurkan diri haruslah dilakukan secara tertulis.

Gregorius kemudian sependapat dengan penjelasan ahli yang menyebutkan kalau memang betul mengundurkan diri, ada kewajiban haruslah secara tertulis.

Namun menurut ahli, yang perlu diingat, kalau tidak benar maka akta perubahan itu dapat dibatalkan.

Pembela terdakwa Liliana Herawati dipersidangan, juga mempertanyakan pernyataan ahli sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) point 19.

Dalam penjelasannya, Gregorius mengatakan, bahwa ahli mengatakan jika pengunduran diri terdakwa Liliana Herawati sudah sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perkumpulan.

“Pada pasal 13 ayat (4) anggaran dasar perkumpulan mempermasalahkan itu. Bagaimana penjelasan ahli tentang hal ini?,” tanya Gregorius.

Menanggapi pertanyaan salah satu penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati ini, ahli menjelaskan, bahwa syarat pengunduran diri sudah terpenuhi apabila yang pertama karena adanya notulen yang berisi diusulkan untuk mengundurkan diri.

“Yang kedua, disertai adanya percakapan melalui WhatsApp, dimana pernyataan terdakwa itu tidak bersyarat, maka dokumen WA itu dapat dipersamakan sebagai alat bukti,” ujar ahli.

Dan yang ketiga, sambung ahli, semakin menambah keyakinan saya bahwa telah terjadi perubahan anggaran dasar yang terjadi 18 Juni 2020 kemudian dituangkan dalam akta nomor 17 yang dibuat di notaris Setiawati Sabarudin, disitu jelas dinyatakan bahwa Liliana Herawati telah mengundurkan diri.

Melihat adanya bukti yang ditemukannya, ahli pun secara tegas mengatakan bahwa syarat tertulis pengunduran diri Liliana Herawati itu belum terpenuhi karena dilakukan secara elektronik.

Tidak bisa membantah penjelasan dosen Fakultas Hukum Unair ini, Junior Gregorius hanya mengiyakan dan setuju dengan apa yang dijelaskan ahli perdata dimuka persidangan.

Perdebatan sengit terjadi antara Junior Gregorius dengan Ghansham Anand. Perdebatan itu mengenai percakapan WhatsApp yang berisikan pengunduran diri terdakwa Liliana Herawati itu dinilai ahli sebagai alat bukti.

Gregorius juga mengkritisi Ghansham Anand sebagai ahli perdata telah memasuki ranah pidana dalam penjelasannya.

Menanggapi penjelasan salah satu penasehat hukum terdakwa ini, ahli lalu bertanya ke salah satu penasehat hukum terdakwa ini, apakah dokumen elektronik itu hanya ada dalam pidana?

Ketika hendak menjelaskan tentang dokumen elektronik ini, Gregorius yang tampak terlihat geram, memotong penjelasan ahli, menghardik ahli perdata ini dan meminta dosen Hukum Perikatan Fakultas Hukum Unair ini untuk diam sejenak.

Gregorius dalam penjelasannya tetap bersikukuh bahwa apa yang disampaikan Ghansham Anand selaku ahli perdata, telah menyampaikan pendapat berdasarkan bukti-bukti pidana.

Tidak terima atas tuduhan ini, Ghansham Anand meminta Gregorius untuk memberinya kesempatan melakukan bantahan. Dan Ghansham Anand meminta kepada Gregorius supaya tidak memotong apa yang hendak dijelaskannya.

“Mengenai pengajuan pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) itu, tidak terbatas pada bukti pidana. Saya pengajar hukum perdata. Saya tidak setuju kalau bapak menuding saya masuk dalam ranah pidana,” tegas ahli.

Ditengah perdebatan sengit ini, Hakim Ojo Sumarna kemudian menengahi dan memberi penjelasan bahwa kehadiran Ghansham Anand dimuka persidangan ini dihadirkan penuntut umum bukan untuk menjelaskan perihal hukum pidana. Dan hal itu diluar kapasitasnya sebagai ahli perdata.

Meski telah mendapat penjelasan ketua majelis, Gregorius tetap bersikukuh bahwa Ghansham Anand sebagai ahli perdata telah menyatakan didalam BAP-nya, bahwa bukti surat itu sebagai bukti elektronik yang dibenarkan.

“Saya minta klarifikasi dia. Kalau anda sebagai ahli memberikan keterangan, dalam konteks perkara pidana, apakah setelah ini kami diperbolehkan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berkonteks pidana?,” tanya Gregorius.

Masalah dokumen elektronik, secara tegas Ghansham Anand mengatakan bahwa dokumen elektronik tidak hanya ada diperkara pidana. Ahli bahkan meminta penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati ini membaca penjelasan pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), pun membaca penjelasan umum.

Lagi-lagi Gregorius memotong penjelasan ahli perdata yang ingin mempertegas kembali terkait dokumen elektronik tidak hanya diperkara pidana.

Gregorius meminta kepada ahli untuk menyudahi penjelasannya saat ahli ingin menunjukkan disertasi beberapa ahli yang mengangkat masalah dokumen elektronik.

Dalam persidangan, ahli kemudian ditunjukkan adanya tanda terima salinan akta nomer 8. Akta itu diterima terdakwa Liliana Herawati tanggal 18 Juni 2020.

Sebuah pertanyaan yang hendak ditanyakan ke ahli mendapat tanggapan hakim Ojo Sumarna bahwa apa yang ditanyakan Gregorius kepada ahli perdata itu tidak perlu ditanyakan kepada ahli.

Yang ingin ditanyakan penasehat hukum terdakwa dan mendapat tanggapan Ketua Majelis itu adalah mengenai akta nomer 8, terdakwa Liliana Herawati baru mendapatkan salinan atau turunan akta nomer 8 tanggal 18 Juni 2020.

Menurut bukti yang lain, terdakwa Liliana Herawati memberi kuasa kepada pengacara untuk mengajukan laporan pidana ke Bareskrim Mabes Polri tanggal 3 Juni 2022.

Masih menurut penjelasan penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati kepada ahli perdata, berdasarkan laporan pidana di Polrestabes Surabaya, terdakwa Liliana Herawati dianggap menggunakan akta nomor 8 tersebut tanggal 17 Juni 2022 padahal terdakwa menerima akta tersebut tanggal 18 Juni 2022.

Pada persidangan ini, ahli ditunjukkan adanya akta nomor 51 tahun 2012 tentang akta pendirian yayasan.

Penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati juga menjelaskan kepada ahli bahwa Perkumpulan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia didirikan tahun 2015 dengan akte nomor 13.

Lagi-lagi penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati harus berdebat dengan ahli perdata mengenai pendirian yayasan dengan pendirian Perkumpulan PMK Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.

Dalam argumentasinya, Gregorius mengatakan, berdasarkan apa yang disampaikan ahli didepan penyidik dan dituangkan dalam BAP nomor 17 point (c) dimana ahli ditunjukkan penyidik bahwa seolah-olah terdakwa Liliana Herawati diam-diam mendirikan yayasan di tahun 2019.

Menanggapi pernyataan penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati tersebut, Hakim Ojo Sumarna kembali bereaksi dan menanggapi pernyataan penasehat hukum terdakwa Liliana Herawati ini.

Dalam penjelasannya, Hakim Ojo mengatakan, jika ahli ini ditunjukkan adanya bukti seperti itu, maka itulah yang ahli pahami. (pay)

 

Related posts

Keterlibatan Dirut PTPN X Dalam Dugaan Korupsi Di Disbun Jatim Masih Dalam Penyelidikan Kejati Jatim

redaksi

Tertangkap Ambil Motor Warga Jalan Dukuh Bulak Banteng, Umar Disiksa Dalam Keadaan Telanjang

redaksi

Antisipasi Mudik Idul Fitri 1443 H, Smartfren Tingkatkan Kualitas Jaringan

redaksi