surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

JPU Kembali Hadirkan Saksi Berkualitas Rendah Diperkara Dugaan Korupsi Dana BKK Kecamatan Padangan, Dugaan Rekayasa Hukum Pun Makin Terlihat

Bambang Soedjatmiko, ST dan tim penasehat hukumnya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SIDOARJO (surabayaupdate) – Sidang dugaan tindak pidana korupsi pemberian dana Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) didelapan desa Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Dalam perkara yang menjadikan Bambang Soedjatmiko sebagai terdakwa ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro menghadirkan dua orang saksi.

Para saksi yang dihadirkan penuntut umum itu bernama Mahmudin dan Luluk Alifah. Kedua saksi ini menjabat sebagai Kepala Dinas di Kabupaten Bojonegoro.

Mahmudin adalah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Bojonegoro sedangkan Luluk Alifah menjabat sebagai Kepala Dinas (Kadis) Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bojonegoro.

Kehadiran dua saksi ini ternyata sama dengan dua saksi sebelumnya yang telah dihadirkan JPU. Dari total saksi pertama hingga keempat untuk tiga persidangan yang telah dilakukan, tidak ada satupun saksi melihat adanya tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa Bambang Soedjatmiko.

Baik saksi pertama hingga saksi keempat yang telah diperiksa dimuka persidangan, juga mengaku tidak mengetahui ada atau tidaknya permasalahan terhadap pemberian dana BKK khususnya di delapan desa di Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro.

Yang lebih ironis lagi, saksi Mahmudin dan saksi Luluk Alifah tidak mengetahui bagaimana perkembangan selanjutnya di delapan desa di Kecamatan Padangan setelah menerima bantuan BKK dari pemerintah.

Saksi Mahmudin dan saksi Luluk Alifah bahwa terlihat membaca peraturan bupati maupun peraturan lain yang mendasari pemberian dana BKK ini.

Hj. Halimah Umaternate, hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang ditunjuk sebagai Ketua Majelis, bahkan memerintahkan kepada dua JPU dari Kejari Bojonegoro untuk lebih memfokuskan pertanyaannya kepada permasalahan mengenai pencairan dana BKK di delapan desa yang ada di Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro.

“Fokus saja pertanyaannya untuk pemberian dana bantuan bagi delapan desa di Kecamatan Padangan,” perintah hakim Hj. Halimah Umaternate.

Selama persidangan berlangsung, baik saksi Mahmudin maupun saksi Luluk Alifah, seringkali terdiam ketika salah satu hakim anggota bertanya kepadanya.

Kehadiran saksi Mahmudin dipersidangan, Senin (4/9/2023) juga mendapat kritik hakim Manambus Pasaribu, SH, salah satu hakim anggota.

Hakim Manambus sampai memberikan sindiran kepada JPU terkait kehadiran saksi Mahmudin ini. Yang menjadi sindiran hakim Manambus itu, apakah saksi Mahmudin ini saksi fakta atau saksi ahli?

“Kalau saksi ini, mungkin lebih tepatnya dihadirkan sebagai saksi ahli lah ya. Jangan dihadirkan sebagai saksi fakta. Banyak yang tidak dia ketahui,” seloroh hakim Manambus.

Melihat perkataan hakim Manambus itu, dua orang jaksa dari Kejari Bojonegoro yang menyidangkan perkara ini, hanya bisa terdiam.

Sementara itu dalam kesaksiannya, Mahmudin ditanya tentang banyak hal termasuk bagaimana proses perencanaan untuk mendapatkan dana Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) di Kabupaten Bojonegoro

Lebih lanjut saksi Mahmudin mengatakan bahwa ia menjabat sebagai Kadis PMD sejak 13 Maret 2020. Kemudian berkaitan dengan program pemerintah mengenai program BKKD, saksi menjelaskan bahwa program ini telah dilaksanakan sejak ia menjabat sebagai kepala dinas.

Dan berkaitan dengan penyaluran dana BKKD ini Mahmudin juga menjelaskan bahwa Dinas PMD juga melakukan sosialisasi Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Bojonegoro berkaitan dengan dana BKKD ini.

Sebagai Kepala Dinas di PMD, saksi menjabarkan bahwa ia mempunyai tugas pokok dan fungsi seperti melaksanakan urusan pemerintah dibidang pemberdayaan masyarakat.

Dalam hal pemberdayaan masyarakat ini, menurut keterangan saksi Mahmudin, yang dilakukan adalah pembinaan para perangkat desa, peningkatan kapasitas, aset desa.

“Berkaitan dengan BKKD, karena pelaksanaan dari kegiatan BKKD ini adalah bagian dari aset desa,” kata saksi Mahmudin didalam persidangan, Senin (4/9/2023).

Dan sebagai Kepala Dinas PMD, lanjut saksi Mahmudin, salah satu tugas pokok dan fungsinya adalah melakukan pembinaan terhadap pengelolaan keuangan desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor : 20 tahun 2019.

JPU kemudian bertanya kepada saksi Mahmudin tentang pemberdayaan masyarakat desa. Selain itu, saksi Mahmudin juga diminta untuk menjelaskan tentang BKKD apakah masuk dalam perberdayaan desa?

Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, saksi Mahmudin menjawab, bahwa BKKD ini diatur dalam Perbup nomor 87 tahun 2020. Dan dalam perbup itu ada beberapa jenis yang berkaitan dengan BKKD ini.

“Termasuk juga, ada beberapa UPD Teknis yang terlibat didalamnya, termasuk siapa orang yang menangani dan siapa orang yang mengkoordinir adanya dana BKKD,” jelas saksi Mahmudin

Masih mengenai Perbup nomor 87 ini, saksi Mahmudin kemudian menjelaskan, bahwa BKKD ini diberikan untuk penyediaan infrastruktur sebagai pemerataan dan percepatan pembangunan desa, pelaksanaan tugas pemerintah daerah.

Mahmudin, Kepala Dinas Pwmberdayaan Maayarakat Desa Kabupaten Bojonegoro. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Berkaitan dengan penyediaan infrastruktur, saksi Mahmudin pun menyebut ada pembangunan jalan desa, jembatan desa, drainase, gorong-gorong jalan desa, sarana dan prasarana air bersih, irigasi tersier, lapangan olahraga, taman umum, jalan usaha tani, pasar desa dan kantor atau balai desa.

“Sedangkan dalam hal pelaksana tugas pemerintah daerah di desa, yang dilakukan seperti TMMD, KBSB, Jatim Puspa, menyelenggarakan pilkades dan sarana wisata desa,” papar saksi Mahmudin.

Masih berkaitan Perbup nomor 87 ini, saksi Mahmudin juga menjelaskan untuk Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Dan Pembagunan Gedung menjadi tanggungjawab Dinas Cipta Karya.

Untuk pekerjaan umum dan penataan ruang serta urusan jasa konstruksi dibidangi Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sementara, untuk bidang pemberdayaan masyarakat dan desa dibidangi Dinas PMD

Terkait dengan sumber dana BKKD, saksi pun menjawab bahwa sumbernya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menjadi penerimaan untuk desa dan pertanggungjawabannya melalui Badan Usaha Masyarakat Desa (BUMDes).

Pad persidangan ini, saksi Mahmudin juga menjelaskan tentang mekanisme penerimaan BKKD.

Terkait hal itu, saksi Mahmudin pun mengatakan bahwa proses awalnya adalah adanya pengajuan dari desa untuk mendapatkan BKKD.

“Permohonan itu akan dilakukan verifikasi yang dilakukan UPTD Teknis yang sudah ditunjuk Bupati. Verifikasi itu kemudian dilaporkan ke bupati yang kemudian dituangkan kedalam KUAPPAS,” ungkap saksi Mahmudin.

Desa, lanjut saksi Mahmudin, lalu harus memasukkan permohonan itu kedalam RKPDes-nya ditahun berikutnya.

Masih menurut penjelasan saksi Mahmudin, KUAPPAS itu akan berproses menjadi APBD. Setelah APBD ditetapkan, desa yang telah memasukkan RKPDesnya itu menjadi APBDes.

“Selanjutnya, Pemkab akan mengeluarkan SK Penetapan Penerimaan BKKD baik lokasinya mana, desanya yang mana dan besarnya berapa,” kata saksi Mahmudin.

Dana BKKD tersebut, sambung saksi Mahmudin akan dititipkan ke Kepala Desa melalui Camat serta UPTD yang membidangi pekerjaan tersebut.

Selain itu, dalam persidangan ini, saksi Mahmudin juga menceritakan bagaimana proses pencairan BKKD ini.

Dalam hal pemberian dana bantuan BKKD ini, saksi Mahmudin menerangkan, yang dipakai sebagai dasar atau landasan adalah selain Perbup nomor 87 tahun 2020, Perbup nomor 11 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Desa.

Untuk penerimaan dana bantuan BKKD tahun 2021, Pemerintah Kota Bojonegoro menggunakan dasar Permendagri nomor 20 tahun 2018, Perbup nomor 58 tahun 2021 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Dua aturan inilah yang hingga 2023 ini tetap digunakan sebagai dasar pemberian dana bantuan BKKD di Kabupaten Bojonegoro

Dinas PMD sendiri, menurut saksi Mahmudin, berdasarkan Perbup nomor 87 tahun 2020, mempunyai tugas melakukan pembinaan saja dan hal pembinaan itu sudah beberapa kali dilakukan.

Lalu, berkaitan dengan turunnya APBDes, siapa pejabat desa yang harus melaksanakannya BKKD ini? Lebih lanjut Mahmudin menjawab, kalau berkaitan dengan pengadaan, yang melaksanakan adalah Kaur maupun Kasi sebagai tim pelaksana atau tim lak.

“Namun pada saat pengelolaan keuangan, setelah proses pengadaan selesai semuanya, Kaur maupun Kasi ini meminta proses pencairan atau membuat SPP yang diajukan ke Kepala Desa, dan sebelumnya diverifikasi Sekdes. Setelah itu, kepala desa baru memberikan persetujuan,” urai saksi Mahmudin.

Begitu kepala desa telah memberikan persetujuan, Mahmudin juga menyatakan, barulah proses pencairan itu bisa dilakukan.

Ketika masih diproses pengadaan barang dan jasa, saksi Mahmudin juga menjelaskan, apakah hal itu melalui pembeli langsung ataukah melalui proses penawaran, ataukah lelang, maka yang bertanggungjawab adalah Kaur maupun Kasi sesuai bidangnya.

Ditambahkan Mahmudin, disaat ada kegiatan yang harus dilakukan lelang, karena nilainya Rp. 200 juta keatas, maka Kaur maupun Kasi mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai persyaratan lelang.

Selanjutnya PPK yang dibentuk Kepala Desa, yang melakukan proses lelang. PPK inilah yang akan menentukan siapa penyedia barang, dengan terlebih dahulu membandingkan penawarannya.

Begitu ketemu siapa pemenangnya, Kaur maupun Kasi akan membubuhkan tanda tangannya lalu dibuatkanlah kontrak kerja yang dilakukan Kaur ataupun Kasi.

Andaikata pekerjaan itu sudah selesai, maka pihak yang menggarap pekerjaan tersebut bisa mengajukan klaim, namun sebelumnya pekerjaan tersebut akan dilakukan penilaian terlebih dahulu dan laporannya akan disampaikan kepada desa.

Yang bertugas melakukan penilaian atas pekerjaan tersebut adalah tim lak. Laporan dari timlak inilah kemudian disampaikan kepada Kaur maupun Kasi, setelah itu Kaur maupun Kasi akan membuat SPT.

Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) apakah sama dengan timlak? Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, saksi Mahmudin menjawab bahwa timlak hanya membantu tugas Kaur/Kasi untuk menentukan apakah pekerjaan itu akan dilakukan menggunakan cara lelang ataukah pembelian langsung.

Mahmudin kembali menegaskan, bahwa dalam hal BKKD, secara khusus tidak ada Perbup yang mengatur namun dalam Perbup nomor 11 tahun 2021 khusus mengatur mengenai pelaksanaan barang dan jasa di desa.

Luluk Alifah sebagai Kepala Dinas Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bojonegoro. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Bagaimana tanggapan tim penasehat hukum terdakwa Bambang Soedjatmiko terhadap kesaksian Mahmudin dan Luluk Alifah dimuka persidangan?

Pinto Utomo, SH., MH., salah satu penasehat hukum terdakwa Bambang Soedjatmiko mengatakan, sejak persidangan pertama dengan agenda pemeriksaan saksi hingga saat ini, para saksi yang dihadirkan JPU tidak berkualitas.

Dua saksi yang dihadirkan penuntut umum pada persidangan kali ini tidak ada bedanya dengan para saksi yang dihadirkan pada persidangan sebelumnya

Mengapa kualitas saksi hari ini sama dengan kualitas saksi yang telah dihadirkan pada persidangan sebelumnya?

“Itu menandakan tidak ada tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa Bambang Soedjatmiko seperti yang dituduhkan penyidik Tindak Pidana Korupsi Polda Jatim,” ujar Pinto.

Baik penyidik kepolisian maupun jaksa yang menyidangkan perkara terdakwa Bambang Soedjatmiko ini, lanjut Pinto, memilih saksi-saksi secara asal-asalan, hanya sebagai syarat untuk memenuhi persyaratan berkas perkara.

“Lihat saja. Andai persidangan ini fair dan tidak direkayasa, seluruh saksi yang akan dihadirkan pada persidangan selanjutnya hingga menjelang persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, saksi-saksi itu sama saja, tidak tahu bahkan tidak melihat adanya tindak pidana korupsi yang telah dilakukan terdakwa Bambang Soedjatmiko,” tegas Pinto.

Pinto kembali menjelaskan, jika perkara ini fair dan didasari kejujuran, penyidik Tindak Pidana Korupsi Polda Jatim dan jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro yang menyidangkan perkara ini, kalau memang berpendapat Bambang Soedjatmiko bersalah dan harus jadi tersangka hingga disidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi, tidak seharusnya Bambang Soedjatmiko ini sebagai terdakwa tunggal.

“Kok terdakwa tunggal? Coba lihat lagi itu jeratan pasalnya ! Ada pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan penuntut umum terhadap Bambang Soedjatmiko di dakwaan primernya,” ungkap Pinto.

Jika ada jeratan pasal 55 KUHP disana, sambung Pinto, harus ada tersangka atau terdakwa lain selain Bambang Soedjatmiko.

“Sekarang, tersangka atau terdakwa lainnya mana? Kalau sampai penyidik Tindak Pidana Korupsi Polda Jatim mengatakan tersangkanya ada. Mengapa tidak dibawa ke pengadilan untuk diadili terlebih dahulu? Atau paling tidak, diadili bersama-sama dengan Bambang Soedjatmiko,” tandasnya.

Dalam hal penegakan hukum, sambung Pinto, Republik Indonesia masih lemah. Sangat susah mencari keadilan di negara ini. Para penegak hukumnya bekerja seenaknya untuk menjadikan seseorang tersangaka maupun terdakwa.

Pinto kembali menjelaskan, sejak awal perkara ini dibawa ke pengadilan tipikor untuk diadili, kemudian penuntut umum membacakan surat dakwaannya, langsung terlihat adanya rekayasa dalam perkara ini.

“Para pembela Bambang Soedjatmiko didalam persidangan, sudah berusaha melawan dugaan rekayasa itu, dengan harapan majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini menghentikan proses persidangan,” kata Pinto.

Dasarnya? lanjut Pinto, karena ada nota keberatan atau eksepsi yang diajukan tim penasehat hukum terdakwa Bambang Soedjatmiko, dimana dalam nota keberatan atau eksepsi tersebut dipaparkan dan dijelaskan, mengapa perkara ini harus dihentikan dan tidak bisa dilanjutkan.

Pinto dan para pembela Bambang Soedjatmiko akhirnya dipaksa untuk legowo dan mengikuti kebijakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara ini. Dengan sangat terpaksa, perkara ini haruslah dilanjutkan proses pemeriksaannya.

Dalam hal dua saksi yang dihadirkan pada persidangan kali ini, khususnya kehadiran saksi Luluk Alifah didalam persidangan, Pinto menilai bahwa saksi Luluk Alifah terkesan cari amannya saja.

Lebih lanjut Pinto menerangkan, bahwa Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bojonegoro ini tidak mau menyampaikan fakta sebenarnya yang benar-benar diketahuinya.

“Saksi Luluk Alifah takut dipersalahkan pimpinannya. Siapa pimpinannya itu? Ya Bupati Bojonegoro. Apa yang disampaikan saksi Luluk dipersidangan itu terdengar sangat formal,” kata Pinto.

Kemudian, sambung Pinto, jika diperhatikan secara seksama, saat saksi Luluk ditanya tentang prosedur pencairan, bagaimana prosesnya sehingga setiap desa di Kecamatan Padangan menerima dana BKKD, saksi Luluk menjawab tidak tahu.

“Ironisnya, meski saksi Luluk memberi penjelasan, coba perhatikan saksi Luluk itu, yang disampaikan dipersidangan adalah membaca peraturan bupati Bojonegoro tanpa bisa menjelaskan tentang kegiatan pembangunan didelapan desa di Kecamatan Padangan yang menerima BKK,” ujar Pinto.

Apa yang telah diterangkan saksi Luluk dimuka persidangan terlihat tidak masuk akal. Pinto pun secara tegas menilai bahwa Luluk Alifah telah berbohong.

“Indikasi bahwa Luluk Alifah berbohong dimuka persidangan, bahwa saksi Luluk Alifah mengaku sebagai pihak yang mencairkan dana BKK untuk desa-desa di Kabupaten Bojonegoro sebagai penerima BKK,” terangnya.

Jika saksi Luluk sebagai pihak yang mencairkan BKK, lanjut Pinto, apakah masuk akal dia tidak mengetahui kelanjutan dari dana yang telah saksi Luluk cairkan tadi, digunakan untuk apa?

Masih menurut penjelasan Pinto, apakah masuk akal jika Luluk Alifah tidak tahu jika sampai terjadi masalah terhadap penggunaan dana BKK yang telah ia cairkan, mengingat Luluk adalah UPD yang membidangi dana BKK tersebut?

Pinto kembali menegaskan bahwa perkara ini semakin terlihat kejanggalannya dan semakin terlihat rekayasanya. Mengapa bisa begitu?

Berdasarkan empat orang saksi yang terlah dihadirkan, tidak ada satupun saksi yang melihat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan terdakwa Bambang Soedjatmiko.

“Mana perbuatan melanggar hukum yang dilakukan Bambang Soedjatmiko? Terdakwa ini, berdasarkan keterangan saksi-saksi yang telah dihadirkan dipersidangan, bukanlah pihak yang mencairkan dana bantuan,” tandasnya.

Terdakwa Bambang Soedjatmiko selain tidak punya kewenangan mengeluarkan dana bantuan juga tidak punya kewenangan untuk mengelola, mengingat Bambang Soedjatmiko ini adalah pihak swasta.

Ketika Bambang Soedjatmiko menerima uang, hal itu adalah sebuah pembayaran atas prestasi yang telah terdakwa Bambang Soedjatmiko kerjakan.

“Anggap saja, dalam proyek pekerjaan yang dilakukan Bambang Soedjatmiko di delapan desa di Kecamatan Padangan itu, terdakwa Bambang sebagai kuli atau mandornya,” papar Pinto.

Ketika terdakwa Bambang Soedjatmiko mendapat perintah untuk mengerjakan jalan dari seseorang, orang itu tentunya harus memberi terdakwa Bambang Soedjatmiko sejumlah uang untuk mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya.

Jika memang dalam pekerjaan itu ada kerugian keuangan negara, menurut Pinto, harus dilihat siapa pihak yang telah mengeluarkan uang. Kemudian, harus dilihat pula bagaimana prosedur atau mekanisme keluarnya uang BKK itu berdasarkan asas-asas pemerintahan yang baik, sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Undang-Undang yang mengatur masalah mekanisme penggunaan keuangan negara, menurut Pinto, juga menjelaskan mengenai sanksi administrasi dan sanksi pidana jika ditemukan adanya pelanggaran dalam penggunaan keuangan negera.

“Dalam hal penggunaan keuangan negara, ada yang disebut kuasa pengguna anggaran. Dalam perkara ini, siapa kuasa pengguna anggarannya? Ya kepala desa. Dan kepala desa inilah yang harus bertanggung jawab penuh, jika terjadi adanya kesalahan atau pelanggaran hukum dari pekerjaan itu,” tegasnya.

Diakhir penjelasannya, Pinto Utomo, SH., MH juga menyindir saksi Luluk Alifah yang terlihat kebingungan ketika majelis hakim bertanya kepadanya mengenai proses pencairan dana BKK, apakah dicairkan didepan atau proyek dikerjakan ataukah dicairkan di belakang atau saat proyek sudah selesai dikerjakan.

Menurut Pinto, jawaban saksi Luluk dimuka persidangan terlihat cari aman dan tidak mau disalahkan. Jika pimpinan menilai bahwa jawaban yang disampaikan salah, saksi Luluk khawatir (setelah ini) ia akan dipindah ke dinas lain dengan jabatan yang lebih rendah. (pay)

 

Related posts

Dua Anggota Jaringan Narkoba Sabu-Sabu Seberat 17,4 Kg Dituntut 20 Tahun Penjara Dan Denda Rp 5 Miliar

redaksi

Pendeta Hanny Layantara Dihukum 10 Tahun Karena Terbukti Cabuli Anak Rohaninya

redaksi

Pembukaan Toko Ketiga Di Surabaya, American Eagle Outfitters Luncurkan Infused Coffee Denim

redaksi