surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Tetap Ngeyel Tak Patuhi Putusan Pengadilan, Ada Konsekuensi Pidana Menanti Dr. Moestijab

Ir. Eduard Rudy Suharto, S.H. M.H (Kanan) kuasa hukum Tatok Poerwanto. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Sikap keras kepala yang ditunjukkan Dr Moestidjab, SpM-KVR yang tak kunjung melaksanakan putusan pengadilan, mempunyai konsekuensi hukum yang harus ia tanggung kedepannya.

Adanya konsekuensi hukum yang akan dirasakan salah satu founder berdirinya Surabaya Eye Clinic ini dijelaskan Dr. M. Sholehuddin, SH, MH.

Lebih lanjut Dr. M. Sholehuddin menjelaskan, dengan tidak dibayarnya ganti rugi sebesar Rp 1,26 miliar pada Tatok Poerwanto secara tanggung renteng sampai saat ini, sebagaimana isi putusan Mahkamah Agung (MA), hal itu menunjukkan bahwa Dr Moestidjab, SpM-KVR tidak patuh hukum.

“Melihat sikap Dr Moestidjab, SpM-KVR dan Surabaya Eye Clinic sebagai tergugat yang tidak mau secara sukarela melaksanakan isi putusan Mahkamah Agung tersebut, maka Tatok Poerwanto sebagai penggugat bisa mengajukan permohonan eksekusi sita eksekutorial ke pengadilan,” kata Sholehuddin.

Tatok Poerwanto, lanjut Sholehuddin, juga dapat melaporkan pihak perusahaan ke polisi dan mengajukan gugatan pailit terhadap Surabaya Eye Clinic.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya ini juga menyatakan, jika tergugat memiliki seorang pengacara, mestinya pengacara tergugat itu memberikan pemahaman, bahwa apabila tidak mau melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela, maka ada konsekuensi yang harus ditanggung.

“Disisi lain, penggugat bisa mengajukan permohonan kepada pengadilan agar putusan dapat dijalankan,” ujar Sholehuddin Senin (6/6/2022).

Sholehuddin melanjutkan, jika sudah diperingatkan pengadilan namun tergugat tidak juga melaksanakan putusan pengadilan, maka penggugat segera memohonkan lagi sita eksekutorial ke Ketua Pengadilan Negeri atas barang-barang milik tergugat.

“Tujuannya, agar barang-barang milik tergugat disita, kemudian barang-barang tersebut dilelang dimana hasilnya akan digunakan untuk membayarkan kewajiban tergugat kepada penggugat dan juga biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut,” beber Sholehuddin.

Hal lain yang dapat dilakukan penggugat karena para tergugat tak kunjung membayar ganti rugi sebagaimana bunyi putusan pengadilan adalah melaporkan keduanya ke kepolisian atas dasar penggelapan.

“Karena tidak memberikan apa yang menjadi milik orang lain bisa dikategorikan sebagai penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP, yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah,” ungkap Sholehuddin.

Selain itu, tergugat juga bisa dilaporkan ke polisi atas dasar tindakan tergugat yang tidak melaksanakan perintah atau melaksanakan putusan pengadilan.

Tatok Poerwanto (KIRI) didampingi salah satu keluarganya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Menurut Sholehuddin, tindakan tersebut juga bisa dianggap sebagai tindakan yang menghalang-halangi perintah dari pejabat atau penguasa umum sebagaimana diatur dalam pasal 216 ayat (1) KUHP, berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda puling banyak sembilan ribu rupiah.”

Jumlah besaran pesangon ganti rugi yang sudah ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, akan menjadi hutang tergugat dan piutang penggugat sehingga kedudukan penggugat disini menjadi kreditur, sementara tergugat menjadi debitur.

“ Ketika permohonan eksekusi sudah diajukan dan pengusaha masih tak mempedulikannya, maka hutang tergugat menjadi dapat ditagih,” papar Sholehuddin.

Merujuk pada UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, Sholehuddin menambahkan, kreditur dapat menggugat pailit seorang debitur. Syaratnya, ada satu hutang yang sudah jatuh tempo dan dapat dibayar, debitur memiliki dua kreditur atau lebih, dan pembuktiannya sederhana.

Terpisah, kuasa hukum Tatok Poerwanto, Ir. Eduard Rudy Suharto, S.H. M.H menyatakan,
hal yang tak banyak diketahui publik terjadinya gugatan yang dimohonkan Tatok Poerwanto adalah adanya gugatan yang dimohonkan Dr. Moestijab terlebih dahulu.

Lebih lanjut Eduard Rudy mengatakan, Dr Moestidjab awalnya membuat surat pernyataan permintaan maaf atas kekhilafan tindakan yang dilakukannya, kemudian mencabut permintaan maaf tersebut melalui gugatan di PN Surabaya.

“Jadi, sejak awal memang tidak ada itikad baik dari Dr. Moestidjab. Dia yang awalnya mengakui kesalahan atas tindakannya pada klien saya, kemudian menjadi tidak mengakui adanya kekeliruan tersebut,” ujar ketua IPHI Surabaya ini.

Setelah mendapatkan dua rekam medis dari rumah sakit di Singapura, lanjut Eduard Rudy, pihak keluarga bertemu dengan pihak Dr. Moestidjab untuk menanyakan hasil rekam medis tersebut.

“Awalnya dr Moestdijab berkelit, namun akhirnya dia mengakui dan bersedia meminta maaf. Kemudian ditulislah permintaan maaf bahwa akibat perbuatannya dan kelalaiannya itu telah menyebabkan Tatok Poerwanto cacat,” ungkap Eduard Rudy.

Ketua bidang hukum dan HAM DPP KAI juga mengatakan, setelah empat bulan kemudian, tiba-tiba Dr. Moestidjab menggugat untuk mencabut permintaan maaf tersebut di pengadilan.

“Jelas saja Tatok Poerwanto kecewa atas sikap Dr. Moestidjab ini. Setelah proses gugatan sampai kasasi, dua tahun kemudian tepatnya tahun 2019, Tatok Poerwanto mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum,” jelas Eduard Rudy.

Tatok Poerwanto dan kuasa hukumnya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Eduard Rudy menambahkan, dengan adanya bukti bahwa pihak Dr. Moestidjab yang melakukan gugatan terlebih dahulu, maka bisa menjawab anggapan beberapa pihak yang menyatakan bahwa Tatok Poerwanto yang selama ini berusaha mencari-cari kesalahan Dr. Moestidjab.

Eduard Rudy juga mengatakan, kliennya sebenarnya tak begitu menyoal jumlah ganti rugi yang diputuskan MA. Berapapun jumlah kerugian yang diputuskan MA, tak akan bisa mengembalikan mata kliennya seperti semula.

“ Yang disoal klien kami bukanlah ganti rugi yang harus dibayarkan, namun itikad baik dari tergugat yang mestinya dikedepankan. Bukan malah mengajak hitung-hitungan seperti itu,” tandasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Dr. Moestidjab, Sumarso saat dikonfirmasi menyatakan pihaknya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA tersebut.

Sumarso merasa bahwa kerugian immatreeil yang harus dibayarkan kliennya sebesar Rp 1 miliar tidak jelas hitungannya.

Perlu dikerahui, kasus ini bermula pada 28 April 2016. Saat itu Tatok Poerwanto datang ke Surabaya Eye Clinic, Jalan Jemursari 108, untuk mengobati penyakit katarak di mata kirinya.

Saat itu, Tatok ditangani Dr. Moestidjab dan disarankan operasi. Namun, pascaoperasi, bapak tujuh anak ini tidak merasakan ada perubahan. Malah mata kirinya makin sakit dan nyeri.

Kemudian Tatok disarankan operasi kembali. Pada operasi kali kedua ini tidak di klinik, tapi di Graha Amerta, RSUD dr Soetomo, Surabaya dengan alasan peralatan medis di Graha Amerta lebih lengkap. Tatok pun menjalani operasi kedua tanggal 10 Mei 2016.

Menurut Eduard Rudy, Dr. Moestidjab sudah berupaya menutupi semua rekam medis dan rujukannya.

Pertama rujukan ke RS Graha Amerta, dia mengatakan kepada keluarga alatnya kurang lengkap, sementara di iklannya online, RS Eye Clinic mengatakan, alat mereka tercanggih di Indonesia Timur.

“Ngapain dirujuk ke RS ke Graha Amerta yang terletak di Surabaya kalau peralatan mereka terlengkap se Indonesia Timur,” ujar Eduar Rudy saat itu.

Rujukan kedua, lanjut Eduard Rudy, ke RS Malaysia. Di surat rujukan tertulis bahwa Tatok Poerwanto datang ke Dr Moestidjab dalam keadaan mata kirinya rusak ( fracture).

Menurut Eduard Rudy, kerusakan mata kiri Tatok Poerwanto itu akibat dua operasi sebelumnya yang gagal. (pay)

Related posts

Residivis Curanmor Ditangkap Polisi Usai Beraksi

redaksi

PDAM Surabaya Lebih Mementingkan Kepentingan Pribadi Bukan Kepentingan Masyarakat

redaksi

Oronamin C Manjakan Fans Denny Caknan, Fasilitasi Bertemu Dan Makan Malam Dengan Sang Idola

redaksi