surabayaupdate.com
HEADLINE HUKUM & KRIMINAL INDEKS

Dalam Pengajuan Permohonan Kredit Bank, Perubahan Logo Pada Sertifikat Tanah Menjadi Syarat Mutlak

Notaris Edhi Susanto saat disidang di PN Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

SURABAYA (surabayaupdate) – Sidang dugaan tindak pidana memalsukan surat dan atau membuat surat palsu yang menjadikan Notaris Edhi Susanto dan istrinya yang bernama Feni Talim sebagai terdakwa, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Pada persidangan yang digelar terbuka untuk umum diruang sidang Garuda 2 PN Surabaya, Kamis (30/6/2022), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi.

Ketiga saksi itu bernama Happy pegawai Bank JTrust, Oesnanto pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya II bagian seksi pengukuran, dan Ahmad Faisol pegawai notaris Edhi bagian pengetikan akta.

Tiga saksi yang dihadirkan JPU itu dihadirkan secara bersama-sama, namun diperiksa secara bergantian didalam ruang sidang.

Dihadapan majelis hakim, saksi Happy pegawai Bank JTrust mengatakan, bahwa pemberian kredit bisa diberikan kalau logo sertifikat yang awalnya bola dunia menjadi logo garuda.

Adanya pernyataan perubahan logo menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan kredit tersebut berawal dari pertanyaan Pieter Talaway, salah satu penasehat hukum terdakwa Notaris Edhi Susanto.

“Saksi, apa benar pemberian kredit bisa diberikan kalau sertifikat harus dirubah, dari logo bola dunia jadi logo Garuda?,” tanya Peter Talaway.

Menjawab pertanyaan itu, saksi Happy mengatakan, dalam pengajuan kredit maka yang menjadi syarat mutlak adalah adanya perubahan logo sertifikat yang akan diajukan dari bola dunia menjadi garuda.

“Kalau tidak ada perubahan logo tersebut maka tidak bisa diajukan permohonan kredit di bank,” jawab saksi Happy.

Setelah mendengar banyak penjelasan dari pegawai Bank JTrust tersebut, tiba giliran saksi Oesnanto didengar kesaksiannya.

Pegawai BPN Surabaya II bagian seksi pengukuran ini mengatakan, ia mengenal terdakwa Feni Talim saat terdakwa ini datang ke kantor BPN Surabaya II untuk mengajukan permohonan pergantian sertifikat.

Lebih lanjut Oesnanto menjelaskan, pengajuan permohonan pergantian sertifikat itu berdasarkan kuasa yang diberikan Itawati Sugiarto.

“Ada tiga sertifikat yang diajukan saat itu untuk dilakukan pengukuran lahan. Yang pertama sertifikat no 78 beralamat di Jalan Kenjeran Surabaya. Pengukuran dilaksanakan tanggal 9 Maret 2018,” kata Oesnanto dimuka persidangan.

Feni Talim istri Notaris Edhi Susanto, saat disidang di PN Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Untuk obyek di Jalan Kenjeran Surabaya ini, lanjut Oesnanto, dilakukan pengurangan ulang karena adanya pelebaran jalan. Namun, akibat adanya pelebaran jalan itu sudah mendapatkan ganti rugi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.

Oesnanto kembali menjelaskan, pada saat dilakukan pengukuran ditanggal 9 Maret 2018 itu, ada tiga bidang tanah yang dilakukan pengukuran. Untuk tiga obyek tanah yang hendak diukur, saksi Oesnanto mengaku lupa.

“Untuk syarat-syarat bisa dilakukan pengukuran adalah bisa masuk ke lokasi. Selain itu, pemohon yang minta dilakukan pengukuran harus bisa menunjukkan lokasinya,” ungkap Oesnanto.

Oesnanto kembali melanjutkan, untuk sertifikat nomor 95 dan nomor 97 terbit tahun 1971 masih berlogokan bola dunia.

“Selain itu, ada pengurangan lahan seluas 11 meter persegi karena masuk ke Jalan Rangkah,” sambung Oesnanto.

Lalu, dengan adanya pengurangan luasan lahan itu, apa ada pihak yang mengaku keberatan?

Saat ditanya Jaksa Hari, dengan adanya pengurangan lahan tersebut, apakah ada yang keberatan oleh para pihak?

Menjawab pertanyaan penuntut umum ini, saksi Oesnanto menjabarkan, bahwa masalah adanya luasan obyek yang berubah tersebut sudah diberitahukan kepada para pihak.

Oesnanto bahkan meminta kepada pihak pemilik lahan untuk membuat surat pernyataan yang isinya menerima kekurangan luas tanah itu.

Berkaitan dengan proses pengukuran, saksi Oesnanto juga menjelaskan bahwa dirinya datang langsung ke lokasi tanah yang hendak dilakukan pengukuran ulang.

“Wajib datang. Pada saat pengukuran, juga disaksikan Feni Talim dan ada seorang penjaga yang bernama Hadi Wijaya,” paparnya.

Masih berkaitan dengan pengukuran lahan, saksi Oesnanto kembali menjelaskan, tidak ada kendala dalam proses pengukuran yang dilakukan, karena lokasi sudah dikelilingi tembok.

Kembali ke masalah adanya luasan yang berkurang, saksi Oesnanto lalu menjelaskan, bahwa luas tanah yang berkurang itu terjadi pada sertifikat nomor 78 yang lokasinya terletak dijalan Kenjeran Surabaya.

Feni Talim bersama dua penasehat hukumnya saat menjalani persidangan di PN Surabaya. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

Luas tanah yang berada di jalan Kenjeran Surabaya itu menurut Oesnanto menjadi berkurang karena adanya pelebaran Jalan Raya Kenjeran, namun Pemkot Surabaya sudah memberikan ganti rugi.

Oesnanto menambahkan, setelah selesai proses pengukuran, kemudian dilakukan proses penggambaran.

“Dari hasil gambar itulah kemudian keluarlah hitungan luas. Setelah ada hitungan luas, ternyata ada dua sertifikat yang mengalami pengurangan luas,” ujar Oesnanto.

Yang pertama, lanjut Oesnanto, untuk pelebaran Jalan Raya Kenjeran yang satunya untuk Rangkah 7.

Pada saat itu saksi Oesnanto menghubungi pihak kuasa untuk dibuatkan surat pernyataan menerima kekurangan luas, akhirnya Oesnanto balik lagi ke lokasi itu dan sudah ada surat pernyataan menerima kekurangan luas untuk proses selanjutnya.

Saksi Oesnanto juga menegaskan, untuk merubah gambar bola dunia, memang harus ada pengukuran ulang.

Pada saat saksi melakukan pengukuran, belum ada perubahan logo bola dunia menjadi garuda, namun pada saat ia memberikan keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), gambar logo pada sertifikat tersebut sudah berubah.

Keterangan selanjutnya diberikan Ahmad Faisol. Bagian pengetikan akte pada kantor Notaris Edhi ini menjelaskan, sekitar November 2017, datang dua orang yang diketahui bernama Hadi Kartoyo dan Tiono Satria datang ke kantor notaris Edhi Suanto tempat saksi bekerja. Kemudian diketahui jika Hadi Kartoyo adalah penjual sedangkan Tiono Satria adalah pembeli

Setelah mengetahui maksud kedatangan dua orang tersebut untuk mengajukan permohonan perjanjian ikatan jual beli, saksi Ahmad Faisol kemudian membuat draf akta ikatan perjanjian jual beli yang isinya bahwa transaksi atas tiga objek tersebut dinilai Rp 16 miliar.

“Untuk sistem pembayarannya adalah Down Payment (DP) sebesar Rp 500 juta. Sementara kekurangan pembayaran Rp. 15,5 miliar ada dua cara pembayaran,” ungkap Faisol.

Pembayaran pertama, lanjut Faisol, yang Rp 12 miliar, akan dibayarkan melalui kredit di bank JTrust, sedangkan sisanya sebanyak Rp 3,5 miliar akan dibayar secara mengangsur.

Saksi menegaskan bahwa para pihak setuju dengan sistem pembayaran yang sudah disebutkan itu, pun demikian dengan pembayaran Rp 12 miliar yang dilakukan melalui kredit ke Bank JTrust.

Faisol dalam keterangannya juga menjabarkan, saat pembuatan draft, semua pihak datang, termasuk Hadi Kartoyo sebagai penjual dan Tiono Satria sebagai pembeli, begitu juga dengan Bank JTrust.

Tiga orang saksi yang didatangkan JPU pada persidangan Notaris Edhi Susanto. (FOTO : parlin/surabayaupdate.com)

“Bank JTrust waktu itu diwakili Yulius. Meskipun para pihak sudah datang, namun tak serta merta proses ikatan jual beli bisa dilakukan karena masih ada beberapa dokumen yang belum disiapkan,” ujar Faisol.

Setelah itu, saksi Faisol melihat beberapa kali baik Hadi Kartoyo maupun Tiono datang ke kantor notaris Edhi dengan membawa dokumen. Namun, saksi tak mengetahui, dokumen apa yang mereka bawa saat itu.

Faisol menambahkan, tanggal 13 Desember 2017, Tiono Satria datang ke kantor notaris Edhi untuk menyerahkan DP sebesar Rp 500 juta pada Hadi Kartoyo.

Saat dilakukan penyerahan DP, disebutkan pula perjanjian, bahwa apabila pihak penjual membatalkan perjanjian ikatan jual beli maka DP dikembalikan serta ada denda Rp 500 juta. Namun, apabila pihak pembeli yang membatalkan perjanjian itu, maka uang Rp 500 juta hangus.

“DP diserahkan Tiono Satria tanggal 13 Desember 2017 terus diambil Hadi Kartoyo tanggal 19 Desember 2017,” paparnya.

Faisol kembali menambahkan, pada saat Hadi Kartoyo menerima DP tersebut, terdakwa Edhi kemudian bertanya ke Hadi Kartoyo kapan akan dilakukan transaksi proses jual beli, karena sudah terima DP Rp 500 juta.

Hadi Kartoyo lalu menjawab, setelah ini akan mendatangkan isterinya yang bernama Itawati untuk menandatangani proses jual beli.

Terpisah, Ronald Talaway, penasehat hukum terdakwa Notaris Edhi Susanto yang lain saat dikonfirmasi mengatakan, berdasarkan keterangan di persidangan, pelapor telah mengetahui adanya sertifikat yang harus diganti sampulnya dan didalam proses transaksi jual beli memerlukan hal tersebut.

Ronald kemudian menjabarkan, surat kuasa yang dipermasalahkan serta dianggap palsu, justru merupakan kelengkapan proses transaksi yang sejalan dengan kehendak pelapor yang menginginkan transaksi berjalan cepat.

“Oleh karena itu, untuk apa terdakwa memalsukan surat kuasa karena memang sudah sesuai kehendak pelapor kok. Tidak ada untungnya juga untuk para terdakwa,” tegasnya.

Sementara itu, dalam surat dakwaan dijelaskan, perkara ini berawal saat Hardi Kartoyo berniat menjual tiga bidang tanah dan bangunan kepada Tiono Satria Dharmawan pada 2017.

Ketiga SHM atas nama Itawati Sidharta yang berlokasi di Kelurahan Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Surabaya tersebut sesuai kesepakatan dijual dengan harga Rp 16 miliar. Sesuai rencana, pembelian tanah tersebut akan dibiayai Bank JTrust Kertajaya.

Atas kesepakatan tersebut, notaris Edhi Susanto kemudian ditunjuk untuk memfasilitasi proses jual-beli tersebut. Kemudian untuk realisasi pembiayaan tersebut diperlukan pembaharuan blanko SHM atas tanah yang dibeli.

Untuk memproses jual-beli antara Hardi Kartoyo dan Tiono Satrio, diperlukan sejumlah perubahan dalam perjanjian, diantaranya perubahan sampul sertifikat yang lama dengan gambar bola dunia, menjadi gambar Garuda. Untuk merubah tersebut perlu tanda tangan penjual yakni Hardi Kartoyo.

Kemudian sesuai dakwaan, notaris Edhi Susanto dituding telah memalsukan tanda tangan tersebut. Atas perbutannya, notaris Edhi Susanto didakwa pasal 263 ayat (1) KUHP. (pay)

Related posts

Dewan Surabaya Desak Pemkot Segera Kirimkan Kajian UMK Ke Propinsi

redaksi

Dituntut 2,5 Tahun Atas Dugaan Penipuan, Christian Halim Ungkap Kejanggalan Dalam Perkara Yang Menimpanya

redaksi

JPU Hadirkan Anggota TNI Yang Menjadi Kurir Narkoba

redaksi